Human Capital Journal No. 28 Tahun III 15 Oktober - 15 November 2013
drs Eddie Priyono MM,
penasehat 'Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan'(PUSKOPEM),
Managing Director PT Victory Group.
Saat yang paling kritis sedang dihadapi oleh seorang kandidat General Manager Marketing, di salah satu korporasi yang telah go public.
Akhir dari proses rekruitmen yang harus dia jalani adalah personal interview, dihadiri oleh Founder sekaligus Presiden Komisaris dari korporasi, bersama CEO nya.
Setengah jam telah berlalu, saat sang Founder mulai berbicara, CEO diminta untuk mengisi posisi GM Export untuk kandidat, bukan sebagai GM Marketing.
Si kandidat pun tertegun dan balik bertanya, saya punya background, job experiences dan personal strength di bidang marketing, dan saya datang ke sini untuk bisa ikut berkontribusi kepada korporasi, sesuai keahlian saya.
Kenapa tiba tiba saya harus masuk ke bidang ekspor yang masih zero, perlu waktu lagi untuk adaptasi dan belajar ??
Dengan tersenyum, sang founder berkata, bahwa dari pengamatan interview ini, dia yakin kandidat mampu di bidang baru ini .
Andai dalam waktu 3 bulan ke depan, penempatan ini gagal, dipersilakan untuk memimpin direktorat marketing seperti rencana semula.
Tiga bulan berlalu, sang talent yang menjadi GM Export pun bergembira, karena kesuksesannya. Korporasi merasakan hasil dari kinerjanya, dengan dibukanya pasar produk mereka ke Timur Tengah, sampai ke Rusia.
Potensi, bakat, pengalaman, kerja keras dan dukungan manajemen telah menghasilkan seorang profesional baru di bidang International Marketing, bermanfaat bagi korporasi sekaligus sang talent.
Inilah satu keputusan ‘Trial N Error’ yang berhasil, meski hanya berdasar instink dan feeling.
Dan ini adalah percobaan yang beresiko tinggi, bagi korporasi , dan tentunya bagi talent, yang seandainya gagal dalam kinerjanya, membuat kepercayaan diri talent akan jatuh.
Instink ataupun feeling memang berperan besar dalam hal ini, tetapi bukankah feeling dan instink itu lebih bersifat subjektif dan sulit diukur???
Dalam setiap
sesi interview yang
dilakukan oleh seorang Direktur
ataupun Kepala Bagian bersama HR,
sudah lazim ditanyakan
kepada kandidat, apa
‘personal strength’ saudara?
Dan apa yang menjadi ‘kelemahan’ saudara?
Jawaban yang diberikan kandidat bisa terbaca, apakah dia membual, over confidence, jujur, atau sebaliknya tidak percaya diri, dengan cara membandingkan dan membaca data pribadi, referensi dan hasil test sebelumnya termasuk psikotes.
Korporasi sudah selayaknya menganggap si talents, sebagai calon capital goods sebagai bagian dari human capital,yang ikut dalam proses manajemen mencapai missinya.
Si talent akan ikut menentukan upaya pencapaian manfaat dan produktifitas, sejajar dengan bentuk capital goods lainnya, seperti mesin, modal, teknologi dan lain lain.
Ada hal yang menarik dengan 2 pendekatan untuk mengoptimalkan potensi talents, seandainya diputuskan untuk diterima di dalam korporasi.
Yaitu, dengan memberikan pelatihan untuk meminimalisir kelemahan talents.
Atau sebaliknya, dengan mendapatkan personal strength yang sesungguhnya, mengembangkan dengan intensif ‘plus point‘ tadi untuk keahlian yang optimal dan dimanfaatkan penuh oleh korporasi.
Memompa plus point akan menjadikan talents konsentrasi dalam kinerja, mendapatkan kompetensi sesuai standard korporasi, dan otomatis meninggalkan minor yang menjadi kelemahannya.
Untuk mendeteksi, apa dan seperti apa bakat yang akan menuntun talents kepada kompetensi tinggi, diperlukan suatu personal mapping, atau sering disebut sebagai talents mapping.
Diperlukan value of attitude, beliefs, abilities, knowledge, skill d a n lainnya, maka tidaklah mudah mendeteksi untuk mendapatkan ’strength’ yang benar dia miliki.
Hal ini perlu satu sistem baku dan pengetahuan psikologi dari seorang talents.
Ilustrasi yang factual telah diberikan oleh satu kebijakan yang diambil Kementerian Diknas cq Direktorat Dikti, dengan mengimplementasi satu program pendidikan strata D3, dimulai di satu Universitas tertua dan terbesar di Indonesia.
Disebut Program pendidikan untuk Warga negara Berkebutuhan Khusus, jurusan Politeknik.
Mahasiswa seperti ini, yang biasa IQ nya sedikit dibawah normal dan disebut sebagai ‘border line’, kecenderungan autis dan kadang motoric yang slow, sangat sulit diketahui bakat, kemampuan yang tersimpan.
Mereka diberikan pelatihan agar satu saat bisa hidup mandiri, bisa ditemukan dalam talents mapping mereka, satu bakat dan keahlian yang dikembangkan, bahkan melebihi seseorang yang normal.
Perjuangan yang berat bagi dosen dan pembimbingnya, karena dalam semester pertama, sangat intens diadakan pendampingan termasuk oleh para ahli psikologi, mendapatkan hasil mapping bakat si mahasiswa.
Setelah satu semester, dan diketemukan potensi, bakat dan sesuatu yang bisa dikembangkan menjadi produktif, maka semester berikutnya adalah saatnya mendidik dan mengembangkan plus point, menjadi suatu skill, knowledge, abilities untuk kemandiriian.
Mapping kepada anak berkebutuhan khusus memang terasa berat, namun sebenarnya mapping kepada talents jauh lebih berat, dikarenakan para talents yang bias dan biasa memodifikasi dirinya, dengan keinginan yang berbeda dengan personal strength yang sebenarnya.
Assesment terhadap real potensi ini, secara jujur bisa menemukan potensi kekuatan dan bakat dominan si talents, melalui satu system assessment yang professional oleh para ahli talents mapping.
Self confidence, adalah kata kunci untuk seorang talents, setelah dia berhasil menemukan personal strength yang sebenarnya, dan didukung serta di fasilitasi oleh korporasi untuk menjadikan kompetensi sesuai standard korporasi.
Trial janganlah menjadi error, karena bisa menjadi bencana bagi korporasi.
Trial boleh dilaksanakan untuk mengukur kinerja, setelah tahu bakat, kemampuan dan pengembangannya sesuai assessment personal mapping.
'Trial but not error'.
Biarlah pengalaman GM Export tadi menjadi kenangan manis karena good feeling CEO.
Kita tunggu hasil personal mapping di pendidikan Politeknik untuk warga negara berkebutuhan khusus, mendapatkan bakat terpendam, dikembangkan dan berguna dalam kemandirian mereka.
Berguna untuk nusa bangsa.
Semoga.
eddie.priyono@yahoo.com
Dan apa yang menjadi ‘kelemahan’ saudara?
Jawaban yang diberikan kandidat bisa terbaca, apakah dia membual, over confidence, jujur, atau sebaliknya tidak percaya diri, dengan cara membandingkan dan membaca data pribadi, referensi dan hasil test sebelumnya termasuk psikotes.
Korporasi sudah selayaknya menganggap si talents, sebagai calon capital goods sebagai bagian dari human capital,yang ikut dalam proses manajemen mencapai missinya.
Si talent akan ikut menentukan upaya pencapaian manfaat dan produktifitas, sejajar dengan bentuk capital goods lainnya, seperti mesin, modal, teknologi dan lain lain.
Ada hal yang menarik dengan 2 pendekatan untuk mengoptimalkan potensi talents, seandainya diputuskan untuk diterima di dalam korporasi.
Yaitu, dengan memberikan pelatihan untuk meminimalisir kelemahan talents.
Atau sebaliknya, dengan mendapatkan personal strength yang sesungguhnya, mengembangkan dengan intensif ‘plus point‘ tadi untuk keahlian yang optimal dan dimanfaatkan penuh oleh korporasi.
Memompa plus point akan menjadikan talents konsentrasi dalam kinerja, mendapatkan kompetensi sesuai standard korporasi, dan otomatis meninggalkan minor yang menjadi kelemahannya.
Untuk mendeteksi, apa dan seperti apa bakat yang akan menuntun talents kepada kompetensi tinggi, diperlukan suatu personal mapping, atau sering disebut sebagai talents mapping.
Diperlukan value of attitude, beliefs, abilities, knowledge, skill d a n lainnya, maka tidaklah mudah mendeteksi untuk mendapatkan ’strength’ yang benar dia miliki.
Hal ini perlu satu sistem baku dan pengetahuan psikologi dari seorang talents.
Ilustrasi yang factual telah diberikan oleh satu kebijakan yang diambil Kementerian Diknas cq Direktorat Dikti, dengan mengimplementasi satu program pendidikan strata D3, dimulai di satu Universitas tertua dan terbesar di Indonesia.
Disebut Program pendidikan untuk Warga negara Berkebutuhan Khusus, jurusan Politeknik.
Mahasiswa seperti ini, yang biasa IQ nya sedikit dibawah normal dan disebut sebagai ‘border line’, kecenderungan autis dan kadang motoric yang slow, sangat sulit diketahui bakat, kemampuan yang tersimpan.
Mereka diberikan pelatihan agar satu saat bisa hidup mandiri, bisa ditemukan dalam talents mapping mereka, satu bakat dan keahlian yang dikembangkan, bahkan melebihi seseorang yang normal.
Perjuangan yang berat bagi dosen dan pembimbingnya, karena dalam semester pertama, sangat intens diadakan pendampingan termasuk oleh para ahli psikologi, mendapatkan hasil mapping bakat si mahasiswa.
Setelah satu semester, dan diketemukan potensi, bakat dan sesuatu yang bisa dikembangkan menjadi produktif, maka semester berikutnya adalah saatnya mendidik dan mengembangkan plus point, menjadi suatu skill, knowledge, abilities untuk kemandiriian.
Mapping kepada anak berkebutuhan khusus memang terasa berat, namun sebenarnya mapping kepada talents jauh lebih berat, dikarenakan para talents yang bias dan biasa memodifikasi dirinya, dengan keinginan yang berbeda dengan personal strength yang sebenarnya.
Assesment terhadap real potensi ini, secara jujur bisa menemukan potensi kekuatan dan bakat dominan si talents, melalui satu system assessment yang professional oleh para ahli talents mapping.
Self confidence, adalah kata kunci untuk seorang talents, setelah dia berhasil menemukan personal strength yang sebenarnya, dan didukung serta di fasilitasi oleh korporasi untuk menjadikan kompetensi sesuai standard korporasi.
Trial janganlah menjadi error, karena bisa menjadi bencana bagi korporasi.
Trial boleh dilaksanakan untuk mengukur kinerja, setelah tahu bakat, kemampuan dan pengembangannya sesuai assessment personal mapping.
'Trial but not error'.
Biarlah pengalaman GM Export tadi menjadi kenangan manis karena good feeling CEO.
Kita tunggu hasil personal mapping di pendidikan Politeknik untuk warga negara berkebutuhan khusus, mendapatkan bakat terpendam, dikembangkan dan berguna dalam kemandirian mereka.
Berguna untuk nusa bangsa.
Semoga.
eddie.priyono@yahoo.com
1 komentar:
.. trial not error....coba2 dulu ahh, sapa tahu benar.....
.. ungkapan ini ga baik kalo menyangkut kebutuhan hajat masyarakat bawah,
.. karena kebijakan yg coba2 , akan mnimbulkan masalah besar seandainya tidak tepat , atau wrong timing..
.. yg benar adalah mengkaji dahulu sebelum membuat kebijakan,
.. kalo perlu dgn survey , atau mndalami dampak2 kedepan dg lebih teliti.......
.. kenaikan harga BBM , mnghentikan impor beras saat stok nasional langka dll....?
.. sumonggo dipun galih piyambak....apapun adalah pelajaran utk kedepan...
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.