Translate

AKU adalah AKU....aku yang dilahirkan dari keluarga sederhana dikota kecil,
AKU adalah AKU....aku yang dipecut sejak kecil untuk menjadi manusia yang berguna dihari tua,
AKU adalah AKU....aku yang melihat segalanya dari kacamata seorang manusia,
terimakasih bapak , maturnuwun ibu , bahkan airmata ku pun tak bisa membalas kebaikan ini,
segala puja doa , hanya bisa kukirim ,  untukmu almarhum bapak ibu,
dan hanya bisa bersyukur kepada MU ya ALLOH , Tuhan sang Maha Penyayang ......
purna kata , sudah selayaknya aku harus "memanusiakan manusia dengan nurani".......
aku
,eddiepriyono.

 

Rabu, 04 Februari 2015

Kacamata Kuda


Human Capital Journal  No. 40 ,Tahun IV , 15 Oktober - 15 November 2014

Drs Eddie Priyono MM.
Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan , Managing Director PT Victory Group

Korporasi didirikan bukan untuk meraup keuntungan semata.
Filosofi ini sudah jauh hari disadari, baik oleh Stockholder, Board of Commisioners dan Directors.
Ada aspek yang lebih luas dan dalam, yaitu bagaimana Korporasi mempertahankan diri secara kontinu keberadaan­ nya ditengah konsumen, dengan memenuhi semua target Stakeholders baik berupa keuntungan untuk pemegang saham, benefit untuk organisasi dan personilnya.

Juga memenuhi hasrat dan kebutuhan konsumen dengan mengadakan produk yang sesuai keinginan mereka, tidak terlupakan kepentingan pemerintah dalam mendapatkan anggarannya dari pajak yang dipungut, retribusi, dan hal hal lain yang berkenaan dengan kesejahteraan masyarakat.

Korporasi yang sudah menjalankan semua ini, semakin lama berkiprah ditengah konsumennya, semakin piawai mendeteksi posisinya di industri dimana dia berbisnis.
Tingkat persaingan, pengu­asaan market share,sampai dengan hal hal yang abstrak seperti brand awareness, brand image and perception, semua ini tersaji dengan jujur, benar dan akurat dihadapan rapat pemegang saham.

Semua ini berpulang kepada penjabaran visi, misi,values dan strategi yang dijalankan dalam rencana tahunan.

Seorang direktur diharapkan mempu­nyai misi yang jelas, bukan hanya berpikir sesaat,apalagi hanya sebatas  dia menjabat semua tercapai, aman dan value buat dia yang tertinggi.
Seorang direktur sales misalnya, tidak diper­kenankan hanya ingin mencapai sales targetnya, tanpa memperdulikan apakah dengan pencapaianitu korporasi mendapatkan profit, penambahan market share, bahkan peningkatan brand awareness dan image.

Inilah sebabnya Performance Management menjadi tolok ukur yang realistis,untuk mendapatkan evaluasi yg jujur dan akurat terhadap kinerja seorang talents, terlebih seorang direktur yang menjadi ‘the Commander’ didalam operasional satu korporasi.

 Manajemen  Performance

Memanage Performancedi dalam satu Korpo­rasi sangatlah complicated, dengan melihat ruang lingkup yang sangat luas dan bervariasi, dan memerlukan komitmen top-down, disertai keju­juran, obyektifitas, dan terus berpikir positif untuk kepentingan Korporasi.

“Performance Management is a process by which managers and employees work together, to plan, monitor and review an employee’s work objective and overall contribution to the organization. 
More than just an annual performance review, PM is the continuous process of setting objectives, assessing progress and providing on-going coaching and feedback, to ensure that employees are meeting their objectives and career goals.

”Yang dimaksud dengan ‘work together’ adalah bekerja, dan tahu apa yang dikerjakannya sesuai dengan posisi masing masing.
Sangat aneh misalnya, seorang salesman berjuang habis habisan di lapangan, dan hanya mengandalkan prinsip, pokoknya target penjualan saya tercapai.
Tidak ada kepentingan lain, selama saya bisa menjual produk ke outlet langganan.

Perlu disadari, bahwa yang dilaksanakan oleh salesman tadi adalah bagian dari ‘push’ teori, yaitu menjual ‘Selling-in’ ke outlet, dia tidak berpikir tentang ‘Selling out’ dari outlet ke­pada konsumennya, sebagai ‘pull’ dari konsumen.
Sales memang tidak konsentrasi kepada pull atau dorongan konsumen untuk membeli, karena itu bagian dari marketing yang meremind, memicu agar konsumen berkeinginan untuk membeli produk yang dijual oleh outlet.




Departemen sales tidak boleh hanya memakai ‘ Kacamata kuda‘, pokoknya produk sudah saya selling in ke outlet, tanpa melihat lagi ke kiri dan ke kanan.

Konsekwensi dari outlet yang tidak bisa menjual produk ke pelanggannya, adalah salesman tak bisa menjual lagi ke outlet tersebut, pada kunjungan berikutnya, karena masih ada stock dari kunjungan yang lalu.

Sangat naif kalau seorang direktur sales bersikeras mengadakan Trade Promo atau semacam diskon agar outlet mau menerima atau membeli produknya, sementara departemen marketing tidak mengantisipasi dengan consumer promo, atau promo lain yang sifatnya mendorong konsumen  untuk membeli produk tersebut, atau hal yang lebih mendasar lagi dengan tidak diberikan­ nya kesempatan untuk menjaga loyalitas, image dan persepsi produk di mata konsumen.

Peran dari CEO untuk mengatur keseimban­gan kinerja Departemen ini sangat krusial, karena Korporasi harus mempertahankan profitabilitas, loyalitas konsumen, dan harmonisasi, serta solidi­tas masing masing departemen.


Harmonisasi Performance Manajemen

Harmonisnya hubungan antar departemen dalam mencapai top performance sangat penting untuk diperhatikan CEO.

Sudah banyak dibahas dalam tulisan yang lain, namun jarang disentuh persiapan menuju harmonisasi, kerjasama, dan saling pengertian dari tiap departemen, sehingga membuat semua departemen lebur menjadi satu kesatuan, yang saling mendukung dalam mencapai top performance.

Diperlukan kebijakan dan fleksibilitas CEO, sehingga para direktur saling menghargai, saling membutuhkan satu sama lain untuk mendapatkan hasil yang optimal. untuk itu diperlukan satu ‘In­dikator Peformance Manajemen’ yang bersifat in­dikasi dan kualitatif, untuk membantu pengukuran dalam ‘Performance Measure’ yang bisa dihitung secara kuantitatif.





















Beberapa persyaratan indikator performance adalah sebagai berikut :

>  Consistency, dalam tataran waktu atau antar­ unit departemen.

>  Comparability,pembanding yang tepat dan rasional.

>  Clarity, mudah dipahami

<  Controllability, dapat dikendalikan ditiap departemen.

>   Contingency, sesuai struktur,gaya dan kom­pleksitas korporasi.

>   Comprehensiveness, refleksi semua aspek untuk mengambil keputusan.

>    Boundedness, fokus pada faktor utama dari keberhasilan korporasi
.
>    Relevance, dengan kondisi waktu dan kebutu­ham tertentu.

>    Fasibility, harapan yang realistik.

Kesembilan indikator di atas, secara singkat bisa dijabarkan sebagai spesifik dan jelas, pengu­kuran objektif kualitatif dan kuantitatif, achievable, flexible,sensitif dan effektif effisien. apa­bila indikator tersebut bisa dibicarakan sebelum penyusunan rencana Tahunan dan Performance Management, maka sosialisasi bisa disampaikan kepada masing masing departemen, dan tidak perlu lagi satu departemen merasa superior dibanding­kan yang lain.



Persiapan untuk membuat harmonis antar de­partemen tersebut, adalah kunci utama agar tidak ada Departemen yang memakai kacamata kuda, dengan anggapan departemen saya beres dan ter­baik, dan tidak mau tahu lagi kinerja departemen lain.



Biarlah Selling-in tetap tinggi sebagai push ke outlets, namun marketing sudah siap mengantisi­pasi pada saat yang tepat melalui consumer promonya, untuk tetap loyal dan membeli produk mereka.







Semoga.
eddie.priyono@yahoo.com
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Iklan

Iklan
Portal berita ekonomi bisnis keuangan

Total Tayangan Halaman

Flag Counter
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular