Translate

Keluarga tercinta

Belajarlah untuk melepas masa lalu agar tidak menjadi penghalang di masa depan, walaupun masa lalu itu sulit dilupakan.

Tuhan tidak pernah tidur

Berpikirlah sebelum bertindak

Tuhan tidak pernah tidur

Bertindaklah dijalan Alloh swt, Tuhan maha pengasih

Tuhan tidak pernah tidur

Kasih ibu sepanjang jalan

Tuhan tidak pernah tidur

Kasih Tuhan sepanjang jaman

AKU adalah AKU....aku yang dilahirkan dari keluarga sederhana dikota kecil,
AKU adalah AKU....aku yang dipecut sejak kecil untuk menjadi manusia yang berguna dihari tua,
AKU adalah AKU....aku yang melihat segalanya dari kacamata seorang manusia,
terimakasih bapak , maturnuwun ibu , bahkan airmata ku pun tak bisa membalas kebaikan ini,
segala puja doa , hanya bisa kukirim ,  untukmu almarhum bapak ibu,
dan hanya bisa bersyukur kepada MU ya ALLOH , Tuhan sang Maha Penyayang ......
purna kata , sudah selayaknya aku harus "memanusiakan manusia dengan nurani".......
aku
,eddiepriyono.

 

Jumat, 06 Februari 2015

ARJUNA MENCARI KUDA







Majalah Human Capital Journal 

 Drs Eddie Priyono MM.

Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan ( PUSKOPEM ), Managing Director PT Victory Group.                                                      


Bharatayudha. 
Perang diantara keluarga Bharata ini , sangat populer didalam kisah legenda Mahabharata . 
Dan pagi hari itu ,saat matahari terbit , kembali dua keluarga ini bersiap untuk perang terbuka di
padang Kurusetra , dengan panglima perang ‘Arjuna’ dipihak Pandawa , putra ketiga dari lima bersaudara  Pandawa Lima .

Saat Arjuna keluar dari tendanya ,dia sudah ditunggu oleh para pemburu berita ,awak media yang cari berita untuk pembacanya .
Dari soal senjata ,sampai dengan kereta perangyang  ditarik empat kudanya yang kekar .
Saat ditanya ,kecepatan kereta ,Arjuna menjawab bahwa kecepatan kereta perangnya ,ditentukan oleh kuda yang paling lemah dari keempat kuda perang nya .

Lhoooo  ? 

Apabila salah satu kudanya sakit atau loyo , maka kuda tersebut akan menahan lari , lambat dan 
membebani ketiga kuda yang lain , sehingga kereta tidak bisa melesat dengan cepat , kemungkinan besar Arjuna akan terkena panah , atau senjata lain dari lawannya yang berarti dia bersiap untuk pralaya atau tewas dimedan Kurusetra .
Arjuna menjelaskan , yang harus dia lakukan adalah mengganti kuda yang lemah , menunggu sampai kuda tersebut sembuh .

Sama dengan apa yang terjadi didalam operasional Korporasi . bila salah satu manager nya lemah , 
terlambat , dan membebani tim manager yang lainnya , maka CEO harus cepat mengambil keputusan untuk menggantinya , atau melatih lagi agar sejajar dengan manager lain . 
Ini menyangkut hasil kerja suatu teamwork .

Tetapi lebih dari itu , diperlukan suatu penilaian yang jeli , merasakan kinerja manajer manajer tadi , yang akan berguna untuk menjaga irama kecepatan laju korporasi .

Assesment yang jujur , fair dan apa adanya , akan memberikan input baik dalam mengelola talents kedepan , dan ini akan  membuat korporasi lebih siap  berkompetisi dipasar , menjaga eksistensinya didalam industri .

PERFORMANCE   ASSESMENT.

Ada yang menyebutnya sebagai Merit Rating ,  pada dasarnya harus dibedakan , antara penilaian 
performance talents untuk kenaikan grade ,jabatan ,gaji ,atas hasil pencapaian performnya dengan kenaikan gaji berkala , yang dilaksanakan bersama , disebabkan karena penyesuaian atas dampak dari inflasi .
Penilaian performance ( PA ) akan menjadi sia sia ,seandainya sistimatika dan prosedurnya , tidak memasukkan unsur yang fair , dan diketahui sebelumnya oleh para talents yang diukur kinerjanya.

Ada satu ungkapan yang terkadang membuat tersenyum............................................. “ kalau bos suka sama kita , hasil kita buruk pun , akan tetap jadi baik , tetapi sebaliknya , kalau bos tak suka kepada kita , hasil baikpun akan jadi buruk “

Pendapat seperti itu ,sangat berbahaya ,citra suatu penilaian subyektif , yang bisa menjerumuskan korporasi kedalam situasi iklim yang tidak menguntungkan para talents .

Hal seperti inilah , hanya akan membuat ‘ABS' , asal bos senang , bagaimana membuat atasan selalu senang bukan hasil kerja .

Sebenarnya , kinerja talents meliputi elemen elemen , sebagai berikut : 


1.    Kuantitas dari hasil.

2.    Kualitas dari hasil.

3.    Kecepatan dan ketepatan waktu dari hasil.

4.    Kemampuan bekerjasama.

5.    Kehadiran dan keberadaan.

Suatu hasil atau prestasi kerja , merupakan satu proses yang bertujuan untuk mengetahui dan
memahami tingkat kinerja seorang talent , dibandingkan dengan  standard atau target  yang telah
ditetapkan , juga dibandingkan dengan kinerja talent lainnya , dan akan berguna untuk membuat
standard mendatang .

Ini bertujuan untuk memperbaiki , meningkatkan , memberikan apresiasi ,
dan sebaliknya juga pinalti kepada talent dengan melihat kinerjanya yang lalu , dan akan bermanfaat 
untuk mengevaluasi fungsi fungsi didalam operasional korporasi , menata ulang organisasi kalau 
diperlukan , rencana pengembangan talent , standard seleksi , sampai kepada perbaikan sistim
kalau diperlukan .

Assesment memang suatu tahapan yang kritis , karena siapapun didalam korporasi bukan hanya inginmemberikan profesionalismenya kepada korporasi , tetapi juga mengetahui hasil yg telah dia berikan dalam satu kurun waktu tertentu .

Seorang Sales Supervisor misalnya , dia tidak ingin dinilai hanya dari jumlah produk yang di bukukan sebagai sales kepada distributornya atau sering disebut sebagai  SELLING  IN , tetapi  juga dinilai , berapa volume dari Distributor yang bisa dijual  kepada wholesaler , retailer , institusi dll nya. disebut sebagai  SELLING  OUT . 
Tentunya ,  bersama dengan  salesforce yang ada di chanel distributor .

Tepatnya payment overdue distributor kepada korporasinya, minimalnya angka bad debt ,  freshness ataupun  flow produknya digudang distributor,dan akhirnya hasil tersebut akan dibandingkan hasil pada  tahun atau waktu sebelumnya .

Dari contoh semua point tersebut diatas ,  sangat pentingpoint nomor lima ,keberadaan dan eksistensi didalam kinerjanya, karena ini menyangkut kerjasama dengan pihak lain , keteraturan laporan hasil   kerja , dan ‘representasi korporasi dipasar’ .

Sistim assessment yang baik , dirancang oleh bagian masing masing , disetujui oleh Direktur dibagiantersebut , disosialisasikan ke para talent, dan terakhir didokumentasikan  HRD  maupun Management 
Development Department. 
Semua point point diatas tentu juga disusun bobotnya , sebagai matrix , sampai dengan total 100%.
  
Selanjutnya assessment bisa dilaksanakan , di update atau direvisi seandainya diperlukan suatu saat , bahkan bisa direview setiap semester.



















APA  DAN  SIAPA.

Kebanyakan seseorang berpendapat , bahwa assessment dilakukan oleh atasan kepada bawahan .  
Sebenarnya masih harus ditambahkan lagi , untuk mendapatkan hasil yang optimal . 
Ada lima pihak yang  bisa dimasukkan sebagai elemen dalam menilai seorang talent , yaitu :


-   Atasan yang menilai bawahannya.

-   Bawahan yang menilai atasannya.

-   Talent yang terlibat didalam teamwork setiap harinya.

-   Talent menilai dirinya sendiri dengan parameter tertentu.

-   Dan penilaian dari luar korporasi kalau diperlukan.

Penilaian dengan sistim yang tertutup , untuk merahasiakan pemberi nilai juga diperlukan , demi
menghindari dampak psikologis , khususnya dari bawahan keatasannya . 
Namun hal yang lebih krusial , adalah memberi bobot dari poin poin penilaian , sehingga hasil , assessment akan memberi banyak manfaat kepada korporasi dan talent bisa melihat kinerja yang sebenarnya dengan lebih objektif , apapun hasilnya bisa diterima dengan legowo .

Akhirnya assessment bisa dijadikan sebagai bahan introspeksi , baik talent ataupun korporasi , dalam meningkatkan kepuasan kerja , memotivasi dan mendapat hasil yang lebih baik kedepan .

Janganlah kita biarkan Arjuna mencari kuda ,menggantikan kuda yang sakit dan kurang kekar, dibandingkan kudanya yang lain.



Agar tidak pralaya.



S e m o g a. 
eddie.priyono@yahoo.com
Share:

Preseden Buat Calon Presiden
























Mar 30 2014 
www.infomoneter.com




Drs Eddie Priyono MM,
Pelaku , Pemerhati Manajemen


 Beberapa hari kedepan, bumi tanah air akan semakin panas.
Kebakaran gambut dan hutan di Riau belum tuntas, sekarang harus bertambah dengan ‘panasnya’ suhu politik, perebutan dukungan suara rakyat, sekaligus pemanasan dan pengenalan awal calon calon presiden, sebagai “teaser campaign

Hiruk pikuk pun terjadi, bukan hanya dikota, terlebih didesa yang menurut anggapan para politikus adalah lumbung suara potensial, dan dianggap lebih mudah untuk merayunya.

Para Caleg yang telah mempersiapkan dana sampai milyaran rupiah pun berharap cemas, agar namanya dicoblos oleh konstituennya, atau alternative lain harus merelakan uangnya hilang tanpa bekas, ibarat ’total loss’, dihari Rabu pon tanggal 9 April 2014.

Para Capres pun dari sekarang sudah berjuang, turun blusukan kemanapun, berharap partainya mencapai angka minimal 20% suara, sebagai batas electoral threshold, agar tidak perlu koalisi dengan partai lain dalam perebutan kursi presiden pada bulan Juli 2014.
Minimal, saat ini bisa main lirik, kira kira siapa yang bisa dipinang atau meminangnya seandainya angka 20% tidak dicapai.

Sementara itu, setelah kerangka hasil Pileg 9 April tergambar , tahap berikutnya akan dilanjutkan dengan Pilpres yang lebih heboh, ibarat judi main tos tosan , asalkan bisa menduduki RI SATU. 2014 memang telah diprediksi sebelumnya, menjadi tahun politik, yang penuh acara dan gejolak politik, dan kita pun berdoa agar tahun ini adalah ‘tahun politik no intrik’.

Keselamatan ekonomi bangsa, keamanan dan masa depan harus dikedepankan, agar Indonesia terhindar dari musibah yang sama sekali tidak kita inginkan, seperti tahun 1998 yang lalu, Amiin.

Kompetensi Presiden

Di USA sudah sangat sering, kursi Presiden diduduki mantan Gubernur.
Selain karena figur dan kehandalan Partainya, masyarakat menganggap seorang Gubernur, sama dengan ‘presiden kecil’, tinggal di extend wilayahnya menjadi coverage Nasional, dan sudah menjadi wilayah otoritasnya yang baru.
Bukan berarti mantan Gubernur saja yang layak menjadi Presiden, karena pernah mantan bintang film, aktor, duduk sebagai Presiden yang disegani, bukan hanya di USA, tetapi di Republik Phillipina.

Saat ini banyak suara ditengah masyarakat, yang mengatakan, Presiden tidak harus pintar, yang penting mempunyai Kabinet, Kepala Daerah dan jajaran yang pandai, karena presiden hanyalah figurnya yang diperlukan.

Wooww ??

Sebenarnya istilah Presiden tidaklah hanya dipakai untuk Kepala Pemerintahan semata.

Masih ada istilah yang dipakai didunia bisnis,yaitu Presiden Direktur.
Seorang PresDir membawahi Direktur yang memanage Departemen sesuai profesinya, atau sering juga dipakai istilah Divisi.
Ibarat Menteri, para Direktur melaksanakan tugasnya, dan bertanggung jawab penuh kepada Pres Dir atau sering disebut sebagai CEO.
Dia mempertanggung jawabkan hasil kerjanya kepada para pemegang saham.
Seandainya ini adalah public listed company, maka pemegang sahamnya termasuk masyarakat luas, siapapun yang mempunyai lembar saham

Seorang CEO, ditunjuk dan dipilih oleh pemegang saham, otomatis pemegang saham mayoritas akan lebih dominan dan menentukan dalam pengambilan keputusan, menunjuk dan mengangkat CEO.
Tentu ini haruslah seseorang yang dianggap memenuhi persyaratan, agar korporasi terus exist ditengah persaingan, dan kontinu mendapatkan margin yang memadai, sebagai keuntungan dalam bentuk deviden, bagi pemegang saham .

CEO mempunyai target tahunan yang disepakati bersama, didalam RUPS untuk operasional tahun depan, dan target tersebut adalah benchmark dirinya dalam mempertanggung jawabkan hasil kerjanya, termasuk dalam memanage para Direktur bawahannya.

Seorang CEO yang tidak mempunyai kemampuan memanage subordinate, atau karena leadership yang tidak mumpuni, sudah tentu akan failed, dan mengecewakan pemegang saham.
Begitu juga apabila seorang CEO tidak mampu untuk membuat keputusan penting, dari apa yang menjadi persoalan Direktur nya, hal ini akan menyebabkan jalannya roda korporasi terguncang, dan memicu ketidak nyamanan para Direktur.

Hasil operasional korporasi yang merugi, apalagi yang bisa menyebabkan kebangkrutan karena ketidak mampuan CEO, adalah hal mutlak yang dihindari oleh pemegang saham dan penunjukkan seorang CEO adalah berdasarkan Kapabelitas , Trust terhadap kejujuran, integritas dan dedikasi, bukan hanya popularitas.

Terbantahkan sudah, bahwa seorang CEO ataupun CEO Pemerintahan yang disebut sebagai Presiden, bukanlah hanya figur saja, tetapi bahkan lebih dari kemampuan seorang CEO Korporasi yang qualified, karena seorang Presiden juga harus piawai dalam berpolitik , negarawan yang dihargai dan dihormati kawan dan lawan , didalam dan diluar negeri.

 Introspeksi Diri





















Seorang Presiden yang juga Kepala Pemerintahan, setiap hari menghadapi persoalan.
Dan sudah sewajarnya harus membuat keputusan yang benar dan bijaksana, dengan pertimbangan utama mensejahterakan rakyatnya, sebagai.

Banyak literature yang menuliskan tentang pengetahuan ‘Problem Solving and Decision Making’, ilmu dasar dari seorang leader yang pandai dan bijak , tetapi intisarinya adalah :

     -  Analisis Situasi .

     -  Analisis Persoalan,

     -  Analisis Keputusan.

     -  Analisis Persoalan Potensiil yg mungkin ada.

Apabila tahapan ini dilalui dengan cermat , jujur tanpa subyektifitas, maka seorang CEO ataupun Presiden bisa meminimalisir kesalahan dalam pengambilan keputusan .
Sangat memprihatinkan apabila keputusan yang diambilnya ternyata salah, dan harus kembali ke keadaan sebelumnya, yang ternyata lebih baik .

Mengangkat dan memberhentikan seorang Direktur adalah menyangkut harga diri mereka, selain penilaian qualifikasinya.
Apabila keputusan tersebut salah, karena salah dalam analisisnya, dan menyangkut kinerja dan posisi dalam struktur organisasi seorang subordinatnya, maka kesalahan ini juga akan mengurangi kredibilitas, dan image dari CEO atau Presiden.

Seorang CEO tidak perlu harus berjanji, terutama untuk sesuatu yang belum sempat dianalisa dan diprediksi, benarkah dia bisa mencapainya dalam satu tahun operasional korporasi.
Janji sebaiknya diberikan dalam bentuk satu program yang terukur, achievable, doable dan realistik. Tanpa memperhatikan hal tersebut, CEO hanya menebar senyum sesaat, dan pada saatnya tidak bisa mewujudkan janji, CEO dicemooh sebagai pembual dan penebar janji manis dimulut saja.
Untuk menambahkan gambaran betapa besarnya tanggung jawab dan tantangan didepan,

Jack Welch seorang eksekutif General Electic di USA, CEO yang membuat GE menjadi korporasi yang sangat besar disana, bercerita bahwa ada 2 hal yang sangat prinsip dalam menyongsong masa depan GE.

Yang pertama adalah ‘ No limits to growth ‘ dan di teruskan dengan ‘ make things simpler’.

Dalam penjelasan yang rinci, Welch menginginkan semua orang didalam korporasinya mau involved, terlibat langsung dan bersemangat untuk terus mengembangkan GE.
Sense of belonging harus tercipta, bahwa inilah tempat yang menyenangkan untuk tinggal dan berkarya, bersama menikmati kesejahteraan.
Kesempatan maju dan berkembang , menyederhanakan situasi dan kondisi lingkungan, dengan prinsip inilah milik bersama, akan memotivasi ‘rasa nasionalisme’ terhadap korporasi GE .

Kedua prinsip dasar ini sangat mengena , diterapkan disini .

Indonesia dengan potensi kekayaan alam dan asset human resources yang besar , lokasi yang strategis dan pengalaman 69 tahun merdeka , seharusnya sama dengan mereka, no limits to growth, asalkan dimanage dengan program yang benar.

Cari solusi yang terbaik dalam reformasi birokrasi , pembersihan korupsi , kompetisi dalam meraih kompetensi dibawah komando Presiden yang pintar, cerdas, bijaksana dan dibalut sebagai negarawan yang rela berkorban , disegani kawan dan lawan politiknya, mandiri dan tidak berada dibawah ketiak siapapun.

Waktu masih ada, sampai dengan bulan Juli 2014, dan dari hati yang paling dalam dan bersih , kami persilahkan para calon presiden untuk introspeksi diri, menganalisis dan mengevaluasi dirinya, mampukah menjadi Presiden yang ideal, bukan hanya karena popularitas, atau keinginan tersembunyi lain dari satu politik yang tidak pernah abadi tujuannya ?

Masih ada waktu untuk mundur secara ksatria, daripada ‘wirang’ atau malu dimasa yang akan datang. Redam semua emosi, ambisi dan hal lain yang bukan dari hati nurani.
Jangan sampai ada istilah ‘ nggege mongso ‘, mengharap hujan dimusim kemarau yang panas, dan harus merasakan betapa rakyat mendambakan Presiden yang ideal bukan hanya popular.

Kami yakin, ini akan membantu rakyat mendapatkan pemimpin yang amanah , kredibel, jujur dengan integritas dan dedikasi untuk seluruh rakyat Indonesia.
Apabila bapak Capres merasa mampu dan memenuhi kriteria, mari maju bersama dengan elegan, senyum dalam bertanding , karena mereka itu bukan lawan, tetapi sekedar pilihan alternatif untuk menambah pertimbangan pilihan rakyat.

Mohon diingat, apabila bapak sudah maju dan terpilih, maka nasib 240 juta rakyat kita, ditentukan oleh kepemimpinan bapak. 5 Tahun kedepan adalah masa Presiden memimpin, semua mata baik didalam negeri, ataupun dinegeri seberang , tertuju kepada bapak.
Cita cita kemerdekaan 1945, harga diri bangsa dan kesejahteraan yang lama dinantikan, law enforcement, kesetaraan dan harmonisnya bangsa adalah tugas yang sudah menanti.
Tanggung jawab dunia akherat adalah konsekwensinya .

Tuhan Maha Tahu dan Bijaksana,
Allah SWT akan selalu menyertai kita, apabila kita selalu menjalankan perintah, menjauhi dosa dan larangan NYA.



Tahun politik sudah mulai kita arungi, para Caleg dan khususnya Capres pun telah menebar janji, program dan harapan yang lebih baik, untuk dipahami rakyat.
Introspeksi dan evaluasi diri telah mereka lakukan,dan ini akan menjadi preseden yang baik.

Memilih Presiden yang memang layak menjadi Presiden.

 Semoga
eddie.priyono@yahoo.com

Share:

Keputusan BBM












www.infomoneter .com
Monday, May 06, 2013



Drs Eddie Priyono MM.

Advisor Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (Puskopem) , Managing Director PT Victory Group

 Suatu keputusan harus dibuat untuk disampaikan kepada siapapun yang terkait dengan isi keputusan .
Ada yang menyebut “mengambil keputusan” , ada juga yang leterlijk menyebut “membuat keputusan” dari kata , decision making .
Sama saja artinya , karena yang penting bukanlah keputusan itu sendiri , tetapi adalah , isi , timing dan dampak dari keputusan yang dibuatnya .

Keputusan yang baik , benar , dan tepat waktu , tentu akan disyukuri dan menggembirakan bagi yang terkait dengan keputusan , namun akan terjadi sebaliknya kalau keputusan itu merugikan , menyusahkan atau bahkan membahayakan si penerima keputusan .

Saat ini , kita sedang menunggu keputusan yang akan dibuat oleh Pemerintah , khususnya Presiden RI , yang sudah lama menjadi pro kontra dinegeri ini.
Keputusan kenaikan harga BBM.

Kabar santer keputusan yang dibuat , akan diumumkan kepada masyarakat nanti pada tanggal 1 Mei 2013.
Beberapa hari lagi kita akan mendengar , apakah isi dari keputusan itu.
Semoga saja, akan menggembirakan semuanya , baik yang membuat keputusan , apalagi yang menerima keputusan tersebut.
Mungkinkah dengan keputusan itu , anggaran Negara bisa diselamatkan , tetapi dilain pihak , masyarakat mendapatkan harga yang sesuai dengan daya beli yang mereka punyai saat ini ?.

Satu pertanyaan yang akan mempunyai banyak sekali jawaban dan komentar dari siapapun, mengingat Negara kita yang menganut azas demokrasi , yang bebas untuk mengemukakan pendapat , asalkan tidak destruktif dan melanggar rambu rambu hukum..

Keputusan adalah Proses.

Tidak bisa dipungkiri , bahwa suatu keputusan dibuat dari berbagai alternative.
Pemilihan dari alternative tadi , memerlukan kecermatan , kehati hatian , minimalisasi resiko keputusan dari hal hal yang negative , dan yang penting adalah INTUISI , dari si pembuat keputusan dalam memilih keputusan yang akan disetujui , dan memprediksi untuk mendapatkan situasi , hasil , yang lebih baik , setelah keputusan diumumkan .
Yang berarti keputusan yang dibuatnya berhasil dan positif .

Seorang Brand Manager yang mempersiapkan satu brand name , untuk satu produk Mie Instant didalam cup , membuat lebih kurang 20 nama untuk brand nya .
Kemudian diserahkan kepada satu lembaga riset , untuk di survey kepada potential konsumernya , nama mana yang paling disukai dari 20 nama yang dia persiapkan.
Setelah menunggu selama 3 bulan , dari riset yang diadakan di 5 kota besar di Indonesia , karena memang produk ini primary target nya ada di urban , dan hasilnya mengerucut kepada 5 nama pilihan konsumen .

Dari 5 nama untuk Brand tersebut , disusun dalam ranking satu sampai dengan lima.
Si Brand Manager segera menghadap Marketing Managernya dengan kelima ranking tadi , sekalian melaporkan detil hasil riset .
Marketing Manager termangu , membaca sambil mengucapkan lirih nama nama pilihan itu , dan setelah lama melakukannya , dia mengatakan, pakai pilihan konsumen nomor tiga untuk brand name.

Bukan nomor satu yang dipilihnya.

Setelah itu , dengan dukungan promosi , baik above maupun below the line , brand tersebut menjadi leader dan trendsetter , sampai saat ini brand name tersebut telah menjadi brand terkemuka di Indonesia .
Satu keputusan yang tepat , dari 5 alternative yang ada , meskipun bukan pilihan nomor satu dari konsumen.


INTUISI .

Faktor ini juga sangat menentukan dalan pembuatan keputusan .
















Dalam bukunya “ Organizational Behavior” edisi ketujuh, FRED LUTHANS menuliskan tentang Mintzberg’s empirically based phases of decision making in organization , dengan 3 phase yang dimulai dengan :

1    IDENTIFICATION : yaitu recognition dan diagnosis ,

2    DEVELOPMENT : yaitu search and design , dan

3    SELECTION ; judgement , analysis dan bargaining
.
Phase yang ketiga adalah phase yang kritikal , karena inilah phase terakhir , yang harus menyertakan factor intuisi , dalam analysis nya , terbebas dari unsur subyektif , dan lebih mementingkan objective , pihak yang akan memakai dan menerima keputusan . Subyektifitas akan membahayakan apapun yang ada didepan , setelah keputusan dibuat .

Di satu korporasi yang memproduksi kosmetika , setiap minggu mereka mengadakan Board Meeting yang diikuti CEO, para Direktur dan General Manager yang membawahi semua operasionalnya.
Pada suatu meeting Sang CEO meminta GM Marketing untuk segera mengadakan consumer promo,dengan mekanisme memberikan satu gelang cantik untuk setiap pembelian 3 unit produknya .
GM Marketing yang memang dididik dari korporasi lamanya , sebuah multinasional corp , berusaha menolaknya , dan dia menyampaikan argumen , bahwa suatu promosi walaupun berupa pemberian gift harus dianalisis , dengan mengadakan riset ke konsumennya terlebih dahulu , dengan kesimpulan apakah gift dan mekanisme tersebut disukai atau tidak .

Kalau promo ini gagal , akibat langsungnya adalah jebolnya budget , kerugian langsung maupun tidak langsung terhadap brand image yang menjadi yang kurang baik , karena melakukan hal yang tidak dikehendaki konsumen.

CEO yang juga founder tetap bersikeras , karena pengalaman sejak awal mendirikan korporasi , tidak tergantung kepada riset , tetapi juga mengandalkan intuisi dan analisis sederhana.

Meeting deadlock , dengan CEO yang cemberut , dan GM yang mulai resah memikirkan , apakah nantinya penolakan ini akan berdampak kepada karir nya di korporasi ?
Masing masing mempunyai waktu satu hari , karena esok harus sudah diputuskan jadi atau tidaknya consumer promo diadakan .

Singkat cerita , keesokan harinya , dalam Meeting tersebut , CEO memutuskan yang juga disetujui oleh GM Marketing , untuk mengadakan “ test market “ promo ini didaerah Bandung , dengan pertimbangan , tidak perlu mengadakan riset konsumen terlebih dahulu , tetapi hasil dari test gift promo ini akan menjadi dasar analisis apakah akan dilaksanakan Nasional promo atau cukup di Bandung saja , seandainya promo disana dianggap failed .
Jadi seandainya failed pun , tidak akan banyak merugikan korporasi , dibandingkan apabila langsung promo nasional dan tidak berhasil .

Suatu keputusan yang mengambil proses bargaining dari teori diatas , dengan mendahulukan analisis SWOT yang baik .
Dalam case ini tidak ada yang merasa kalah ataupun menang , apalagi setelah test market dianggap sukses , dan disusul dengan gift promo yang juga berhasil secara nasional.

Membuat keputusan memang tidak harus membuat “hitam atau putih” ,” benar atau salah “, tetapi juga aspek aspek lainnya yang harus dipertimbangkan , terutama distorsi yang akan terjadi kalau tidak ada bargaining yang dimasukkan sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan.
Dan , pada akhirnya , seorang yang membuat keputusan , baik itu manajer atau leader , haruslah memperhatikan timing kapan keputusan yang dibuatnya , apakah too early , sudah kadaluarsa , atau pas , pada saat keputusan memang harus dibuat dan diumumkan .



Sambil menunggu pengumuman keputusan dari pemerintah , kita semua berharap , apapun yang diputuskan , tentu sudah dipikirkan masak masak , bermanfaat untuk pemerintah , lebih penting lagi bisa diterima oleh masyarakat sebagai keputusan yang tepat .


BBM bukanlah Belum Berani Memutuskan
.

Semoga.
eddie.priyono@yahoo.com
Share:

Attitude vs Skill, Supplement for Benefits



















Human Capital Journal No. 17, Tahun II, 15 November - 15 Desember 2012.

Drs Eddie Priyono MM.
Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan ( PUSKOPEM ) , Managing Director PT Victory Group.

Sudah menjadi kebiasaan bagi seorang CEO, setelah  resmi  diangkat  dan  dilantik  ,lang­sung  saja  keesokan  harinya  mengadakan kunjungan  ke  semua  subordinate nya,  baik itu Divisi, Departemen maupun Seksi Seksi di jaja­ran  organisasinya.
Tujuan  utamanya  adalah  untuk berkenalan , melihat secara langsung ataupun untuk mencoba  intuisi,  apa  yang  sedang  terjadi  di  organ­isasi nya setelah dirinya menjadi CEO.

Hal ini wajar wajar saja, sepanjang tidak berindikasi mencari cari kesalahan,  tetapi  mencari  keabsahan  dari  roda organisasi  yang  sedang  berputar.
Karena   akan  lebih mempertebal keyakinan sang CEO dalam men­jalankan  visi  missi  nya,  yang tentu  telah  disepakati  ber­sama shareholders , sebelum dirinya  diangkat .

Sebenarnya,  kalau boleh  jujur,  ada  hal  yang  sedang  dia  jalankan, yaitu self observation untuk mengetahui sampai seberapa  jauh ”ilmu dan semangat” para  kary­awan  dalam  menjalankan  tugas  sehari  harinya.
Dalam satu praktek organisasi, sering disebut seba­gai attitude and skill, dimana kalau skill nya telah memenuhi semua kriteria, tetapi attitudenya buruk dan tidak mendukung skill yang dimilikinya, maka bersiaplah untuk fail dalam mencapai tujuan organ­isasi.
Dan  sebaliknya  akan  terjadi  hal  yang  sama.

Setelah puas berputar putar, maka sang CEO pun su­dah bisa memperkirakan apa yang harus dilakukan­nya, apakah diperlukan program 'jangka pendek' untuk  penyesuaian,  berdasarkan  pengamatannya tersebut, dalam mengawali jabatannya.

Mullins dalam bukunya mengatakan bahwa,  ”Perencanaan SDM adalah strategi untuk memper­oleh memanfaatkan,  mengembangkan, dan  mem­pertahankan SDM yang ada dalam satu organisasi.”

Apa yang dilakukan CEO tadipun sudah bisa dide­teksi  sebagai  hal  untuk memanfaatkan   SDM  yang ada, sebagai peninggalan CEO sebelumnya .
Sangat penting  untuk  menjadi  pemahaman  CEO,  bahwa SDM adalah pasukan yang harus ditata kembali se­suai  dengan  keinginannya  untuk  mencapai  tujuan visi missi.
Konflik ?

Hal seperti ini dipastikan akan terjadi.
Tetapi justru inilah tugas CEO dibantu para Senior Manajer untuk mengeliminasi, bahkan diba­lik menjadi kekuatan baru dalam organisasi.
Dalam bukunya Gibson Ivancevich Donnelly berjudul  “Or­ganisasi, perilaku, struktur, proses” disebutkan bah­wa konflik kecil kalau dibiarkan akan menjadi konf­lik  besar .

Dan  konflik  ini  bisa  dihilangkan  dengan merekrut orang yang tepat , menetapkan uraian kerja secara hati hati, mata rantai komando yang jelas, dan menciptakan aturan prosedur yang juga jelas dan di­mengerti untuk menghadapi bermacam macam hal yang mungkin terjadi .
Jadi itulah hal pertama yang seharusnya  dipersiapkan , dilaksanakan  untuk memuluskan  berputarnya  roda  organisasi ,  seirama dengan kehendak CEO tersebut.




Attitude vs Skill

Apabila kita berbicara tentang skill, ketrampilan dan  penguasaan  pekerjaan ,  ditambah  dengan
catatan keberhasilan , kegagalan, bahkan situasi lain yang pernah terjadi , sebagai plus atau minus kary­awan yang bersangkutan, maka skill yang ditunjang dengan attitude yang  baik,  akan  menghasilkan  result sesuai dengan standard kerja.

Namun apa yang diharapkan  kalau  kedua  elemen  ini  tidak  saling mendukung?
Skill tinggi dengan attitude buruk ?
Attitude lah sebagai tolok ukur utama dalam mencapai performance.

Skill yang rendah bisa dinaikkan den­gan pelatihan dan pengembangan.
Dan jangan dilu­pakan  attitude  yang  baik  akan  memacu  semangat, kreatifitas,  kerjasama, sense  of  belonging terhadap organisasi  tersebut.
Sebenarnya attitude ini  terdiri dari attitude individu  dan  attitude kelompok, dan untuk  mendapatkan attitude yang baik haruslah memperbaiki kedua jenis attitude ini.
Sering sekali attitude kelompok dipengaruhi oleh attitude antar pribadi.

Teori  Motivasi  adalah  salah  satu  cara  ba­gaimana  mencoba  memperbaiki  attitude.
Motivasi adalah cara dengan tidak melakukan kekerasan da­lam  merobah  attitude  seseorang,  karena  bisa  saja sang  CEO  menggunakan  dalil  “take  it  or  leave  it”.

Dalam teori motivasi ada satu hal yang bisa dipakai yaitu “imbal jasa dan penghargaan”, dimana ini bu­kan berarti "in money value only", tetapi berupa apre­siasi keuangan dan non keuangan yang juga sering disebut intrinsik dan ekstrinsik .

Non keuangan bisa berbentuk peningkatan karir, tanda jasa, mutasi dan lain lain.
Namun hal yang sangat penting, haruslah hal itu disosialisasikan dengan jelas dan gamblang, objective serta fair berdasarkan kinerja versus urai­an kerja yang telah disepakati bersama antara kary­awan dengan organisasi.pelatihan dan pengembangan.

Dalam  jangka  panjang,  CEO  bisa  memper­siapkan  “mindset  setting”  untuk  mendukung  ki­nerjanya.
Tetapi  dalam  jangka  pendek,  konsolidasi seperti di atas sangat diperlukan, untuk menyatukan pikiran, aspirasi,dan  tuntutan  mempercepat  proses, karena  ini  adalah  menyusun  pasukan,yang  kuat dan solid.

Dan sebaiknya menyertakan para trainer independent yang  terbebas  dari  interest pribadi.
Di  era  transparant  seperti  saat  ini, sudah  saatnya nilai subyektif tidak ada lagi, ukuran kinerja harus jelas, dimengerti, dipahami  dan  akuntabel  serta  bisa dipertanggung jawabkan secara professional

Kenapa Independent  Trainer  ?

Karena  dengan  terbebasnya dari interest pribadi, maka para konsultan lebih bisa diterima, lebih bebas dalam berkomunikasi dan teru­kur hasilnya secara fair.
Uraian pekerjaan, penilaian kinerja, handicap, periode evaluasi, reward and pun­ishment pun bisa dijelaskan kepada semuanya dengan lebih komunikatif.

Sering benefits diartikan sebagai apa  yang  organisasi  berikan  kepada  karyawannya , tetapi  seharusnya  juga  diseimbangkan  dengan  apa yang  didapat  organisasi  dari  kinerja  karyawannya ?.

Seandainya CEO bisa memberikan contoh yang baik, dengan melaksanakan perencanaan yang baik juga , maka  tidak  ada  alasan  bagi  siapapun ,  untuk  tidak mengikuti langkah sang CEO.

Langkah CEO yang benar dan bijaksana .!

Semoga

Penulis adalah Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM), Direktur PT. Victory Jaya Perkasa dan pendiri Yayasan Quantum Galaxi
 
eddie.priyono@yahoo.com
Share:

Mindset Setting ( bagian 1 )

















Human Capital Journal No.15,TahunII,15 September - 15 Oktober 2012



Dalam  suatu  aktifitas  korporasi,  san­gat  sering  seorang  CEO  menegur manajer  HRD  nya  dan  bertanya  : ”kenapa pekerja atau staff yang pada saat  menandatangani  perjanjian kerja di korporasi tersebut terlihat tersenyum dan manggut  manggut,  tetapi  setelah  lebih  dari  seta­hun menjadi ‘bengal’, susah diatur dan berindikasi melawan  kebijakan  korporasi?”

Mungkinkah  karena pada awal sang pekerja, dia manggut mang­gut  karena  membutuhkan  pekerjaan  itu,  tetapi setelah  dia  berada  di  dalam  korporasi  barulah kelihatan  sifat  dan  tindakan  tindakan  aslinya?

Dan sang manajer pun sulit  untuk menjelaskan­ nya, meskipun pelatihan, program pengembangan karyawan  pun  sudah  dijalankan.

Di  dalam  ilmu Human  Resources diajarkan  tentang  Motivasi , Perilaku , Kepuasan Kerja , Komunikasi Karyawan , bahkan  sampai  kepada   ‘Hubungan  Industrial’.
Tetapi  semua  itu  tidak  bisa  berjalan  seperti  yang diinginkan korporasi, karena masalah utama yang ada sering sekali karena “MINDSET” yang berbe­da satu sama lain, bahkan sering berbeda antara atasan bawahan, antar departemen, antar Board of Directors dengan para Manajer nya.

Tidak he­ran  kalau  manajer  HRD  menjadi  sasaran  perta­nyaan yang tak kunjung habis, apalagi kalau iklim di  korporasi  semakin  tidak  kondusif,  terasa  ber­sama tetapi berbeda.
Serasa satu kapal satu tujuan tetapi berbeda pola pikirnya.

Maka sudah saatnya CEO  berpikir  ulang  bagaimana  menata  kembali mindset  seluruh  karyawannya  agar  mempunyai satu  tujuan  dalam  satu  kapal  dengan  pola  pikir dan  semangat  yang  sama,  mempunyai sense  of belonging yang tinggi terhadap korporasi tempat­ nya  berkarya.

CEO,  bersama Board  of  Directors menyu sun  program  untuk  menyatukan mindset didalam korporasinya dan membicarakannya ter­lebih dahulu dengan Board of Commisioners yang mewakili shareholders,agar rencana besar ini juga sesuai dengan keinginan dan kemauan sharehold­ers.
Jadilah perumusan perumusan agar program ini tidak mengganggu operasional korporasi, bah­kan harus memperbaiki sedikit demi sedikit kin­erja yang sesuai dengan komitmen mindset yang baru.

Memang, sangat jarang masalah mindset ini dituliskan  dalam  teori  teori Human  Resources, karena  hal  ini  berbeda  antar  satu  korporasi  de­ngan  korporasi  lainnya,  dan  dengan  standard masing masing sesuai dengan pandangan pandan­gan  para shareholders.

Sebenarnya  bersatunya mindset akan  lebih  mempermudah  pencapaian visi misi, karena pola pikir yang sama akan mem­permudah menerapkan teori motivasi, komunika­si  antar  karyawan,  mengontrol  perilaku  mereka, dan membuat harmonisasi dengan Serikat Pekerja bersama Kementrian Tenaga Kerja di wilayahnya yang mewakili Pemerintah

Motivasi


Sangat penting mendalami teori teori motivasi ini,  karena  sebelum  menyamakan mindset selu­ruh jajaran yang ada di korporasinya, para mana­jer HRD maupun para manajer lainnya, baik yang di lapangan maupun di office.

Mengetahui terlebih dahulu  apakah  itu  motivasi  dan  bagaimana  me­motivasi anggota anggotanya agar mempermudah menjalankan  tugas  dan  mencapai performance kerja  yang  optimal.

Paling  tidak  ada  4  pelopor teori motivasi ini, yang dimulai dari Abraham H Maslow dengan membahas 5 tingkatan kebutuhan manusia (kebutuhan fisiological, sandang pangan, kebutuhan  keamanan  fisik,mental  dan  psikologi, kebutuhan sosial, kebutuhan prestise dan kebutu­han aktualisasi diri) pada era 1940­ an.

Diteruskan oleh Clayton Aldefer yang menyingkat teori di atas menjadi hanya 3 bagian, diteruskan lagi oleh Her­zberg  yang  memperkenalkan  “model  dua  faktor” yaitu faktor motivasi dan pemeliharaan yang ber­sifat ekstrinsik.

Dan yang paling menarik adalah Column mindset Setting apa  yang  dikatakan  oleh  Victor  H.  Vroom  dalam bukunya Work And Motivationyang banyak dise­but orang sebagai Teori Harapan.

Ini sangat sesuai dengan apa yang diinginkan seseorang dalam be­kerja  yaitu,  apabila  seseorang  sangat  mengingin­ kan sesuatu, dan kelihatan jalan menuju ke arah tujuan  itu  terbuka  untuk  dicapai,  maka  yang bersangkutan tadi akan berusaha untuk mengga­painya.
Sebaliknya  apabila  harapan  untuk  mem­peroleh  yang  diinginkannya  sangat  tipis  ,maka motivasinya akan sangat rendah.

Apabila seorang CEO, Manajer, Supervisor, dan juga Manajer HRD mengetahui  dan  memahami  teori  teori  motivasi di atas, maka akan lebih mudah mereka itu men­jelaskan  apa  saja  yang  menjadi  tujuan  sang  kar­yawan  yang  sesuai  dengan  kebutuhan  korporasi, dan bagaimana memacunya untuk mencapainya, baik melalui pelatihan dan pengembangan, tour of duty, penilaian performance dan feedback nya ke mereka.
Sehingga ada tolok ukur yang jelas dalam mengevaluasi tujuan, pencapaian, dan pembenah­an atau koreksi kalau diperlukan.


Pemahaman mo­tivasi sangat berdampak untuk kinerja karyawan, yang berujung kepada kepuasan kerja karyawan, kerjasama,  dan  integritas  serta  dedikasi  kepada korporasi.

Hal hal di atas sudah harus ada dalam setiap konsep kerja atasan dan HRD. l
(Bersambung)

Penulis adalah Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM),
Managing Director PT. Victory Jaya Perkasa dan pendiri Yayasan Quantum Galaxi

eddie.priyono@yahoo.com
Share:

Mindset Setting ( bagian ke 2 finish )














Human Capital Journal
No. 16 ,Tahun II ,15 Oktober - 15 November 2012.

( bagian kedua /akhir)




Drs Eddie Priyono MM

Penasehat Lembaga PUSKOPEM , Managing Director PT Victory Group.

mindset For all

Pada  era  70  sampai  80an,  dimana  Jepang  sedang sangat booming industrinya, sangat terkenal di Indonesia ini yang disebut ‘teori mur baut’.

Andaikan mur dan baut yang dipunyai tidak klop satu sama lain,  cepat  putuskan  buang  salah  satunya,  karena masih banyak mur ataupun baut yang lain yang bisa dipakai.


Ini akan lebih effisien, murah dan cepat.Teori ini ingin men­gatakan, tenagakerja yang tidak sesuai dengan fungsi dan tu­gasnya,  lebih  baik  diganti  saja.
Banyak  tenaga  lain  yang  siap menggantikannya


.
Berbeda dengan philosophy di banyak negara Eropa, yang berusaha memperbaiki mur ataupun bautnya, sehingga klop dan bisa masuk satu sama lain.

Terasa lebih ma­nusiawi, meskipun harus memakan waktu dan biaya di dalam ’mereparasi’  tenaga  kerjanya  melalui  pelatihan  dan  pengem­bangan.

CEO dan Board of Director boleh memilih salah sa­tunya, atau mencoba kombinasi dengan cara mereparasi dulu, dan  seandainya  dalam  waktu  tertentu  tidak  juga  berubah, maka  akan  diputuskan  lebih  baik  dibuang  dan  diganti  yang lainnya.

Pada  suatu  korporasi  yang  menjadi  anak  perusa­haan  Jepang  disini,  bahkan  membuat  suatu  kebijakan  yang mengacu  kepada  kerasnya  disiplin  di  pabriknya.
Bukan  han­ya  dengan  peraturan  peraturan  untuk  ‘good  manufacturing’ saja, tetapi juga dengan physical menggunakan seragam baju, celana dan sepatu cats yang sama, mulai tukang sapu sampai dengan CEO disaat bekerja dipabrik.

Perbedaan hanya di topi mereka, yang polos untuk buruh, strip merah untuk supervisor
dan strip kuning untuk senior manajer sampai dengan Direk­tur.
Inipun  dengan  catatan  ada  strip  satu  sampai  tiga  sesuai jenjang  jabatan  mereka.

Kondisi  seperti  instansi  kemiliteran ini akan lebih mudah mempressure karyawannya untuk tidak hanya disiplin, tetapi physically mengatur mindset bahwa ke­mauan atasan, adalah kemauan korporasi yang harus diikuti,dalam satu mindset.

Just take it or leave it.

Namun hal seperti ini  sangat  sulit  dijalankan  di  perkantoran,  karena  ada  kesan pemaksaan, apalagi bagi karyawan wanita, bahkan ke Board
of Director yang merasa lebih hebat dan tinggi dibandingkan karyawan  nya.

Mindset bukanlah  yang  terlihat  secara  fisik, karena sebenarnya mindset lebih  kepada  pola  pikir,attitude, semangat teamwork dalam bekerja, untuk mencapai kepuasan kerja bersama didalam korporasi.


Mindset Setting.





Di dalam operasional salah satu perusahaan multi nasional di Indonesia, para Shareholders yang diwakili majority shareholders mengadakan suatu perencanaan menata ulang mindset para  karyawannya  disini.

Sangat  logis,  mengingat  situasi yang berkembang.

Operating Profit di anak perusahaan terse­but cenderung menaik, tetapi Nett Profitnya stagnan, karena
pembayaran angsuran hutang korporasi plus bunganya.

Yang sangat  mengkhawatirkan  mereka  adalah market  share yang terus  menurun,  yang  berarti  total market yang  berkembang tetapi pembagian ‘kue’nya tidak ikut dinikmati korporasi.
Hal ini disebabkan mindset yang sudah puas dengan hasil operating profit yang menaik.

Dalam penyusunan Board of Director baru,  para shareholders dan Board  of  Commisioner sepakat untuk memberikan beban menata ulang mindset ini kepada tim yang baru.


Maka setelah selesai RUPS dengan tim yang baru,CEO dan para direkturnya membahas penataan ulang mindset ini.
Mindset dikelompokkan  dalam  penyusunan mindset direktorat, di bawah Direktur masing masing, baik itu direk­torat pemasaran, penjualan, produksi dan lain lain termasuk direktorat HRD sendiri.

Mindset atasan harus ‘benar’ terlebih dahulu,  agar  mereka  bisa  menata  mindset  bawahannya  dan seterusnya.
Para  direktur  pun  harus  sudah  siap  dengan  pro­gram  program  di  direktoratnya  termasuk  pembahasan attitude, personality, behaviuor, background pendidikan sampai kehal hal yang detil secara confidential dengan mendapatkan data datanya dari HRD maupun atasan atau orang yang diper­caya mengetahui pola pikir dan pola bertindak, orang perorang.

Sangat rawan munculnya faktor subyektif di sini, tetapi CEO yg baik dan berpengalaman pasti sudah bisa membaca dari intuisi dan body language para direkturnya.
Bahkan seorang CEO pun harus terbebas dari subyektifitasnya menata ulang mindset ini.

Dalam hal ini diperlukan kejujuran dalam berpikir  dan  bertindak.
Setelah  program2  ini  disusun,  BOD meeting  untuk  segera  menetapkan  jadwal  pelaksanaan, membicarakan  hasilnya  setiap  minggu.

Harus  selalu  diingat, bahwa pekerjaan menata ulang ini penting tetapi harus tetap mementingkan  operasional  korporasi.  Bahkan  dalam operational review itulah bisa dibaca apakah penataan ulang mindsetini sudah mulai dilakukan oleh para manajer dan staffnya.




Penataan  ulang  mindset  ini  tidak  pernah  sama  antara teori, penerapan, dan hasil, itulah perlunya memulai penataan ulang dengan hal hal yang sangat sepele,sambil masuk ke da­lam  irama nya  para  manajer  dan  staff.
Sehingga  mereka  me­ngubah mindsetnya seirama dengan gaya dan cara atasannya.


 Semoga.
eddie.priyono@yahoo.com

Share:

pelatihan dan pengembangan Sebuah Analisis



Human Capital Journal
No. 13 Tahun II ,15 Juli - 15 Agustus 2012.


Drs Eddie Priyono MM
Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan ( PUSKOPEM ) , Managing Director PT Victory Group.


Sering  seorang  karyawan  yang  sedang mood dalam menjalankan tugasnya mengeluh…..….”koq training lagi..training lagi, mengganggu pencapaian targetku..

”Seorang HR  Analist seharusnya  sudah  bisa memberikan  penjelasan  secara  umum  maupun khusus kepada
karyawannya, apakah yang disebut sebagai  pelatihan bedanya  dengan  pengembangan. Andrew E Sikula menyebut pelatihan sebagai “proses pendidikan” jangka pendek, sistimatis, khususnya untuk karyawan low rank d e n g a n tujuan pengenalan kerja sebelum mulai bertugas.
Sedangkan  pengembangan  adalah  “proses  pendidikan”  jangka  panjang  dengan  prosedur  yang sistimatis, terorganisir ,untuk para karyawan yang sudah  ada  didalam  institusi  untuk  mendapatkan konsep2 yang akan menentukan tercapainya misi institusi.

Didalam  perusahaan  misalnya,mereka  mempercayakan  hal  ini  kepada Management  Development  Department, yang  selalu  mengevaluasi semua kepentingan kepentingan perusahaan sejajar dengan talenta-talenta sumber daya manusia, baik yang baru bergabung diperusahaan,maupun talenta orang-orang lama berada di dalam kinerja perusahaan.
Upaya  “pembibitan”  SDM  sampai  dengan pengembangan  SDM  lama  akan  lebih  mengkonkritkan  prinsip  dasar,  bahwa  SDM  adalah  asset yang menentukan dalam pencapaian missi perusahaan.

Pelatihan

training helps employees do their work better”(John Ivaneevich)

Pelatihan biasanya ditujukan kepada karyawan baru,  non  manajerial,  untuk  meningkatkan  dan mendapatkan pengetahuan tentang pekerjaannya nanti, sesuai dengan policy procedure didalam perusahaan tersebut.
Karena sifatnya sangat teknis, pengenalan kultur  perusahaan  dan  petunjuk-petunjuk  yang  ada di  dalam  perusahaan  maka  biasanya  pelatihan diberikan oleh manajemen, khususnya oleh manajer-manajer  departemen  terkait dari  karyawan  baru, dibantu manajer HR yang paham kultur perusahaan serta “aturan main” di dalamnya.

Pengembangan 

Development prepares individuals for the future and it focuses on learning and personal development” (John Ivaneevich)

Manajer  yang  produktif  pasti  menyadari bahwa pengembangan sangat diperlukan oleh dirinya  terutama  untuk  mendapatkan  gambaran permasalahan baru, prosedur dan peralatan mutakhir untuk jabatan-jabatan baru yang diharapkan kedepannya.
Management  Development  Department juga harus  memikirkan  penyusunan  program  latihan terus  menerus,  untuk  mempersiapkan  mutasi, promosi jabatan, penggantian karyawan yang resign  dan  antisipasi-antisipasi  pengembangan  perusahaan termasuk pemekaran organisasi.

Banyak  perusahaan  atau  institusi  yang  merencanakan  “program  pengembangan”  ini  dengan  menggunakan  “jasa  konsultan  atau trainer yang expert dan komunikatif” untuk membantu mengembangkan potensi SDM nya.

Tentu  saja  sang  konsultan  harus  dibuatkan briefing singkat tentang isi dan maksud pengembangan, kultur dan aturan main internal dan lain lain,  sehingga  pada  waktu  sesi  pengembangan, terasa sang konsultan seperti orang internal yang tahu  seluk  beluk  perusahaan,  namun  tetap  independen  dan  bebas  memberikan  alternatif-alternatif solusi bagi peserta-peserta program ini.
Tentu  ada  beberapa  kendala  yang  akan  terlihat  saat  terjadi  “kolaborasi”  antara trainer independen bersama HR, berhadapan dengan pesertaprogram  pengembangan.
Dan  disinilah  peran pelatihan dan pengembangan.

Sebuah Analisis HR  Department dan Management  Development Department menjadi moderator yang  baik  sehingga ilmu sang konsultan bisa diserap lebih dalam oleh peserta, dan menjadi “darah segar” yang masuk ke dalam pemikiran para manajer peserta program.

Anggaran HR  maupun MD  Department secara  terus menerus harus mengevaluasi hasil pelatihan dan pengembangan ini, yang dilihat dari performance karyawan-karyawannya.

Dan  hal  ini  semua  menjadi  dasar  bagi  kedua  departemen  untuk  menyusun budget tahun  berikutnya yang mencakup : rencana pelatihan/ pengembangan,  materi, scope dan  peserta,  tempat dan yang penting konsultan/trainer yang akan diajak  kerjasama  dengan  sistem schedule waktu yang jelas selama tahun berjalan.

Seandainya  analisis  dan  pengajuan budget tersebut doable,  achievable,  implementable, dan sesuai  dengan budget perusahaan  maka  dengan mudahnya Board  of  Directors akan  menyetujui anggaran tersebut.

Bukankah  missi  perusahaan  tergantung  sangat tinggi dari performance SDM nya?
Sebagai kesimpulan singkat dari pelatihan dan pengembangan adalah :

1.  Meningkatkan produktifitas kerja

2.  Meningkatkan efisiensi kerja

3.  Mengurangi resiko dan problem-problem kerja
(kerusakan mesin, produk dan lain-lain)

4.  Mengurangi resiko kecelakaan kerja

5.  Meningkatkan moral karyawan

6.  Karir yang lebih jelas sesuai performance kerja

7.  Meningkatkan leadership

8.  Meningkatkan bonus prestasi kerja

9.  Meningkatkan servis ke pelanggan

Semua  ini  kuncinya  ada  pada  HR  manajemen  yang  bekerjasama  dengan  MD  manajemen
dan didukung oleh departemen terkait.
Dan tentu peran Board of Directors untuk memberikan support penuh kepada jajaran pengelola SDM tersebut diatas.

Semoga.





Penulis adalah Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM), Direktur PT. Victory Jaya Perkasa dan pendiri Yayasan Quantum Galaxi

eddie.priyono@yahoo.com
Share:

Iklan

Iklan
Portal berita ekonomi bisnis keuangan

Total Tayangan Halaman

Flag Counter
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular