Majalah Human Capital Journal.
Drs Eddie Priyono MM
Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM ) , Managing Director PT Victory Group.
Menjelang tengah hari yang panas terik , seorang Direktur baru saja mendarat , untuk memulai fieldwork nya di Makasar .
Dijemput oleh Area Manager di Bandara , mereka bersama dalam satu mobil , menuju kantor cabang
Suasana sangat kaku , senyap , dan membuat si Manajer takut , was was , mengingat cerita kolega tentang keangkeran dan ‘killer’ nya Direktur ini .
Namun sebagai tuan rumah , dalam upaya berbasa basi , si Manajer pun mulai bertanya tentang kesehatan sang Direktur , dan hal lain yang ringan .
Suasana mulai mencair , namun betapa terkejutnya dia , ketika Bos mulai menanyakan persiapan ujian anaknya , dengan menyebut nama si Dimas yang klas 6 , bersekolah di Surabaya dan tidak ikut tinggal bersamanya .
Dimas memang bersama istri dan anak nya yang lain , tinggal di Jawa , jauh dari tempatnya bertugas di Makasar .
Dan inilah yang membuat pikirannya selalu bercabang , kurang fokus dalam bekerja.
Melihat Bos yang santai , dan tidak ada tendensi marah ataupun emosionil , maka Manajer pun mulai berani untuk lebih agresif dalam bincang bincang diskusi ini .
Dirinya tidak menyadari sudah masuk dalam ‘fase Counseling’ , yang memang menjadi salah satu tujuan fieldwork Direktur , kedaerah tersebut .
Dengan sedikit senyum si Bos meminta , untuk datang malam hari setelah dinner , dilobby hotel , dan bisa bicara dari hati kehati , mencari solusi dari keadaan yang sedang dialami Manajer .
Memang , akhir akhir ini performance Area Manajer menurun , fighting spirit yang mengendor , padahal selama dua tahun terakhir , dialah the best area manager di korporasi .
Ada suatu hambatan psikologis , atau masalah pribadi yang harus dicari solusi , bersama atasannya , untuk mengembalikan kekuatan skill, motivasi kerja, dan high performance yang selama ini dicapainya .
Malam itu benar benar membahagiakan manajer , karena Direktur yang katanya angker itu , adalah dewa penolongnya , memberi solusi dan spirit , bagaimana dirinya bekerja jauh dari keluarga , tetap menjaga keharmonisan rumahtangga , dan fokus diprofesi yang telah dia yakini sebagai pilihan hidup . Sang Direktur telah berhasil menjadi seorang counselor yang baik , mendengarkan keluhan manajer , memberikan masukan dan bertindak sebagai fasilitator , dengan tidak meninggalkan aturan korporasi .
Hal ini telah mengembalikan semangat bertandingnya, dan manajer bisa membuat keputusan yang bulat dalam mengarungi dunia profesinya .
Keuntungan untuk Talents itu sendiri , dan korporasi tentunya .
Operasi senyap counseling telah sukses , hanya mereka berdua yang bisa merasakan kepuasan ini .
C A R I N G.
Suatu hari , dengan sangat antusias seorang teman
bercerita , sesaat setelah dia bertemu dengan teman lama yang masih bekerja dikorporasi
, tempat mereka dahulu bekerja bersama sama .
Dan dia sendiri telah berprofesi diluar korporasi tadi .
Sangat memprihatinkan katanya .
Dulu kami berdua sangat bangga , bercerita kepada siapapun diluaran , bahwa kami bekerja dikorporasi ini, puas terhadap image korporasi yang mengkilap , penguasa market , gaji dan kesejahteraan yang berlebih dibandingkan korporasi lainnya , ditambah kebanggaan lainnya .
Namun , kini berbeda .
Saat ini rasa bangga itu luntur sudah .
Tidak ada kebanggaan terhadap korps , yang tinggi seperti dulu lagi .
Lhooo. ?
Teman melanjutkan cerita , bahwa kesejahteraan , gaji , dan lain lain welfare tetap tinggi dan berlebih , selalu menyesuaikan dengan situasi kenaikan keekonomian diluar , kompetitif . Jadi apa yang salah ?
Jawabnya hanya singkat .
CARING dari korporasi yang tidak seperti dulu .
Perhatian , kepedulian , relationship antar talents , atasan bawahan , maupun korporasi dengan karyawan sudah tidak hangat lagi .
Yang ada hanyalah para ‘robot’ yang menjalankan SOP korporasi , mencapai missi , skill mereka yang tetap tinggi namun tidak saling peduli , senyuman yang mahal , dan respek korporasi yang sangat terbatas walaupun non materi .
Hidup seakan gersang setiap harinya
Wahhh .
CEO , seharusnya menjadi miris , karena korporasinya telah menjadi suatu gabungan mesin yang bernyawa dan mesin beneran .
Situasi caring yang rendah seperti ini , akan menimbulkan banyak persoalan pribadi , berkurangnya spirit , secara perlahan korporasi kesulitan dalam mencapai missinya , karena hal yang non teknis .
Loyalitas customer atau Customer engagement , haruslah sama besar dan derajadnya dengan Employee engagement .
Bagaimana mungkin , customer diyakinkan terus menerus , melalui promosi dan periklanan yang kuat tentang brand mereka , dengan biaya yang tinggi , dan disaat customer sudah loyal , di internal, employee tidak dipacu secara moral , untuk memiliki keyakinan dan kebanggaan .
Korporasi tidak boleh hanya berpikir kinerja financial saja , tanpa memperhatikan kinerja operasionalnya , yang tidak bisa dilepaskan dari sumber daya manusia .
Caring dari korporasi , tidak meleset jauh dari fungsi Coaching , Counseling , dan Mentoring .
Seorang manajer , Direktur termasuk CEO nya , sudah selayaknya meyakini bidang pekerjaannya , luar dalam , bukan hanya materi phisik kerja , tetapi juga keperluan non phisik , yang tidak terlihat dari talent yang dikendalikannya.
Training , Coaching sudah sangat biasa diadakan , dan dianggarkan dalam budget tahunan , karena ini menyangkut skill , kemampuan individu dan kelompok , mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang korporasi.
Tetapi harus disadari , Counseling , bisa memecahkan kebuntuan talent , memicu semangat bertarung setelah memecahkan persoalan pribadinya , apalagi bagi talent yang mempunyai prospek masa depan dan dibutuhkan oleh korporasi .
Mentoring , bisa memacu para mentee , untuk lebih jelas dan meyakini , setelah sang mentor memberikan values , apabila misi korporasi sukses .
Hal ini akan memunculkan ide inovatif dari para talent yang terobsesi oleh sang mentor .
Coaching dan Mentoring sudah selayaknya dilakukan oleh superior masing masing , dengan dikoordinasikan bersama Direksi dan CEO , karena total misi korporasi dikendalikan oleh Dewan Direksi .
Apabila benar , telah terjadi degradasi dari employee engagement , selayaknya CEO segera ‘cancut taliwondo ‘, cepat menyelesaikan dan memecahkan persoalan non teknis ini.
Dan dia sendiri telah berprofesi diluar korporasi tadi .
Sangat memprihatinkan katanya .
Dulu kami berdua sangat bangga , bercerita kepada siapapun diluaran , bahwa kami bekerja dikorporasi ini, puas terhadap image korporasi yang mengkilap , penguasa market , gaji dan kesejahteraan yang berlebih dibandingkan korporasi lainnya , ditambah kebanggaan lainnya .
Namun , kini berbeda .
Saat ini rasa bangga itu luntur sudah .
Tidak ada kebanggaan terhadap korps , yang tinggi seperti dulu lagi .
Lhooo. ?
Teman melanjutkan cerita , bahwa kesejahteraan , gaji , dan lain lain welfare tetap tinggi dan berlebih , selalu menyesuaikan dengan situasi kenaikan keekonomian diluar , kompetitif . Jadi apa yang salah ?
Jawabnya hanya singkat .
CARING dari korporasi yang tidak seperti dulu .
Perhatian , kepedulian , relationship antar talents , atasan bawahan , maupun korporasi dengan karyawan sudah tidak hangat lagi .
Yang ada hanyalah para ‘robot’ yang menjalankan SOP korporasi , mencapai missi , skill mereka yang tetap tinggi namun tidak saling peduli , senyuman yang mahal , dan respek korporasi yang sangat terbatas walaupun non materi .
Hidup seakan gersang setiap harinya
Wahhh .
CEO , seharusnya menjadi miris , karena korporasinya telah menjadi suatu gabungan mesin yang bernyawa dan mesin beneran .
Situasi caring yang rendah seperti ini , akan menimbulkan banyak persoalan pribadi , berkurangnya spirit , secara perlahan korporasi kesulitan dalam mencapai missinya , karena hal yang non teknis .
Loyalitas customer atau Customer engagement , haruslah sama besar dan derajadnya dengan Employee engagement .
Bagaimana mungkin , customer diyakinkan terus menerus , melalui promosi dan periklanan yang kuat tentang brand mereka , dengan biaya yang tinggi , dan disaat customer sudah loyal , di internal, employee tidak dipacu secara moral , untuk memiliki keyakinan dan kebanggaan .
Korporasi tidak boleh hanya berpikir kinerja financial saja , tanpa memperhatikan kinerja operasionalnya , yang tidak bisa dilepaskan dari sumber daya manusia .
Caring dari korporasi , tidak meleset jauh dari fungsi Coaching , Counseling , dan Mentoring .
Seorang manajer , Direktur termasuk CEO nya , sudah selayaknya meyakini bidang pekerjaannya , luar dalam , bukan hanya materi phisik kerja , tetapi juga keperluan non phisik , yang tidak terlihat dari talent yang dikendalikannya.
Training , Coaching sudah sangat biasa diadakan , dan dianggarkan dalam budget tahunan , karena ini menyangkut skill , kemampuan individu dan kelompok , mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang korporasi.
Tetapi harus disadari , Counseling , bisa memecahkan kebuntuan talent , memicu semangat bertarung setelah memecahkan persoalan pribadinya , apalagi bagi talent yang mempunyai prospek masa depan dan dibutuhkan oleh korporasi .
Mentoring , bisa memacu para mentee , untuk lebih jelas dan meyakini , setelah sang mentor memberikan values , apabila misi korporasi sukses .
Hal ini akan memunculkan ide inovatif dari para talent yang terobsesi oleh sang mentor .
Coaching dan Mentoring sudah selayaknya dilakukan oleh superior masing masing , dengan dikoordinasikan bersama Direksi dan CEO , karena total misi korporasi dikendalikan oleh Dewan Direksi .
Apabila benar , telah terjadi degradasi dari employee engagement , selayaknya CEO segera ‘cancut taliwondo ‘, cepat menyelesaikan dan memecahkan persoalan non teknis ini.
DIGUGU DAN
DITIRU
GURU diakronimkan sebagai DIGUGU LAN DITIRU , dipercaya dan diyakini , juga dicontoh oleh murid muridnya .
Guru sekolah dasar misalnya, bukan hanya mengajar , tetapi juga mendorong agar belajar lebih rajin , sehingga nilai rapornya bagus , menasehati sampai memarahi murid , seandainya mereka membolos , malas , menyontek dan lainnya .
Berbeda dengan dosen , yang memanggil muridnya dengan saudara , tidak peduli apapun terhadap si mahasiswa karena dianggap sudah dewasa .
Bimbingan formal baru diberikan saat mahasiswa membuat skripsi , thesis , disertasi dan seterusnya , Itupun tidak keluar dari isi skripsi tersebut .
Apakah talent dianggap seperti murid SD , karena harus disiapkan Coaching , Counseling dan Mentoring ?.
Tentu saja tidak sama sekali .
Talent adalah ASSET berharga , sama dengan mesin dan properties lainnya , yang harus dijaga , dipelihara , dan diarahkan untuk terus berproduksi dengan baik , effisien , dan ekonomis bagi korporasi secara total .
Talent harus menghasilkan kinerja operasional dan financial yang sesuai dengan missi korporasi .
Para manajer dan direktur , harus sadar , bukan hanya coaching yang dibutuhkan talent , tetapi suatu saat mereka juga memerlukan counseling , bahkan mentoring .
Diakhir tahun yang lembab ini , sambil mengucapkan selamat menyambut tahun baru 2014 , kita semua berharap ,
Area Manager di Makasar sudah bangkit kembali , menggapai impian , dan mengukir karir walaupun jauh dari keluarga .
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.