Majalah Human Capital Journal.
Drs Eddie Priyono MM
Advisor Lembaga PUSKOPEM
Managing Director PT Victory Grup.
Pada suatu ketika , sebuah korporasi sedang dalam ancaman serius dari ‘kompetitor utama’ , yang akan segera launching produk barunya dipasar domestik .
Mengingat produk baru dari kompetitor ini mempunyai kekuatan dan pangsa pasar yang sangat kuat , dinegara tetangga , sudah selayaknya korporasi merasa kawatir , dan harus mempersiapkan barrier disaat mereka memulai pemasaran produk barunya dipasar.
Alih alih bisa menggagalkan kesuksesan mereka dipasar domestik , dan minimal menyulitkan kompetitor dalam mencuri pangsa pasarnya .
Marketer berdiskusi dengan Sales Force , tentang kekuatan pasar mereka, kesediaan stok dipasar , dibandingkan dengan hasil hasil riset konsumen 6 bulan terakhir .
Sales Force mempertanyakan posisi perencanaan promosi ‘Above the Line’ , maupun ‘Below the Line’ , 6 bulan kedepan , ditambah bagian Riset yang memaparkan index konsumen , past usership dan lain lain .
Didalam debat di ‘war room’ ini, mereka merencanakan opsi opsi yang akan dijalankan oleh Sales , Riset maupun Marketing , mengantisipasi kedatangan produk competitor .
Bahkan campaign dimedia elektronik maupun cetak , akan di boom satu bulan sebelum tentative launching time mereka , dibarengi aksi Trade dan Consumer promotion , untuk memenuhi pasar dengan stok produk korporasi , yang bersaing langsung dan head on dengan calon pesaing ini .
Ibarat suatu pertunjukan orchestra , maka sang conductor dan dirigen adalah CEO , dengan gemulai tangannya , menunjuk satu bagian untuk beraksi , entah itu bagian Keuangan , yang mensupport pembiayaan strategi melawan kompetitor , bahkan sampai ke bagian Produksi yang harus menghasilkan produk sesuai dengan standard korporasi .
Tidak mengherankan , selesai pertunjukan , penonton memberikan applaus dengan berdiri , mendengar dan melihat indahnya orchestra ini , pujian untuk CEO yang berfungsi sebagai conductor bersama semua pemain musiknya , dari flute sampai ke saxophone , dan pemain lainnya .
Ilustrasi ini berarti , missi korporasi telah berhasil meminggirkan kompetitor , yang mencoba mengambil pangsa pasarnya .
DIKLAT.
Sudah jamak dalam suatu korporasi ,
diberdirikan DIKLAT , untuk mendidik dan
meningkatkan kemampuan seluruh talents , dari semua departemen .
Para talents inilah yang menjadi motor dan kreator , memecahkan semua persoalan yang ada saat ini , ataupun potensi problem yang akan muncul dimasa yang akan datang .
Kontinuitas growth dari korporasi , termasuk pertumbuhan dari brand maupun produk yang ada , harus tetap terjaga .
Visi missi maupun values korporasi tetap berjalan di track yang sudah ditetapkan .
Sebagai contoh , dinegeri kita , dalam merencanakan dan mendapatkan bibit pemain sepakbola yang handal , dahulu dibentuklah diklat salatiga , sekolah ragunan , dan lain lain .
Coba kita bandingkan dengan sekolah atau akademi sepakbola yang dimiliki klub klub besar di Eropa .
Klub bukan Negara !.
Pendirian sekolah bola bagi mereka merupakan keharusan , karena dari bibit bibit inilah , calon pengganti pemain senior yang ada sekarang .
Sepakbola yang telah menjelma menjadi industry besar besaran , menyadari , untuk terus mempertahankan posisi dan ranking mereka , hanya dengan mengandalkan akademi , baik untuk dipakai di klub sendiri , maupun menjadi asset yang bisa dijual dipasar transfer pemain setiap musim nya .
Berbeda dengan DIKLAT atau apapun namanya di korporasi , mereka bukan hanya berpikir untuk masa depan .
Korporasi juga harus berpikir bagaimana bertahan diindustri sekarang ini , integrasi antar direktorat , dan mempertahankan talents potensial yang ada .
Perencanaan , pembinaan , pendidikan dan pengembangan talents , tidaklah cukup , kalau persoalan yang ada sekarang ini , tidak bisa dipecahkan bersama dalam satu team .
Corporate University atau CU diperlukan Manajemen , untuk ikut memecahkan persoalan dan pencapaian target korporasi saat ini
Para talents inilah yang menjadi motor dan kreator , memecahkan semua persoalan yang ada saat ini , ataupun potensi problem yang akan muncul dimasa yang akan datang .
Kontinuitas growth dari korporasi , termasuk pertumbuhan dari brand maupun produk yang ada , harus tetap terjaga .
Visi missi maupun values korporasi tetap berjalan di track yang sudah ditetapkan .
Sebagai contoh , dinegeri kita , dalam merencanakan dan mendapatkan bibit pemain sepakbola yang handal , dahulu dibentuklah diklat salatiga , sekolah ragunan , dan lain lain .
Coba kita bandingkan dengan sekolah atau akademi sepakbola yang dimiliki klub klub besar di Eropa .
Klub bukan Negara !.
Pendirian sekolah bola bagi mereka merupakan keharusan , karena dari bibit bibit inilah , calon pengganti pemain senior yang ada sekarang .
Sepakbola yang telah menjelma menjadi industry besar besaran , menyadari , untuk terus mempertahankan posisi dan ranking mereka , hanya dengan mengandalkan akademi , baik untuk dipakai di klub sendiri , maupun menjadi asset yang bisa dijual dipasar transfer pemain setiap musim nya .
Berbeda dengan DIKLAT atau apapun namanya di korporasi , mereka bukan hanya berpikir untuk masa depan .
Korporasi juga harus berpikir bagaimana bertahan diindustri sekarang ini , integrasi antar direktorat , dan mempertahankan talents potensial yang ada .
Perencanaan , pembinaan , pendidikan dan pengembangan talents , tidaklah cukup , kalau persoalan yang ada sekarang ini , tidak bisa dipecahkan bersama dalam satu team .
Corporate University atau CU diperlukan Manajemen , untuk ikut memecahkan persoalan dan pencapaian target korporasi saat ini
INTEGRASI DIKLAT.
Ada yang menyebut sebagai Integrasi Diklat , atau
sering disebut PUSDIKLAT .
Di dunia bisnis sejak tahun 1961 , salah satu produsen hamburger di USA bahkan mendirikan satu universitas dengan nama ‘Hamburger University’ .
Founder dari lembaga ini berprinsip , dimanapun dan kemanapun kita pergi untuk berbisnis , maka ‘investasi utama’ adalah , mendapatkan dan mendidik talents .
Roy Kroc , sang founder bahkan menganggap bahwa mendidik mereka dikampusnya , nantinya bukanlah hanya talents yang menikmati benefitnya , tetapi juga benefit untuk korporasi , komunitas atau konsumen mereka .
Satu capaian yang luarbiasa luas spektrumnya .
Pendidikan dan keahlian dari bermacam bidang pekerjaan , dari mulai membersihkan outlet , mempersiapkan dapur dan bahan material , sampai dengan kalkulasi harga , service dan after service , merupakan ilmu ilmu yang tidak berdiri sendiri .
Dalam satu integrasi , pendidikan dikampus ini , akan mempersiapkan team yang saling tahu role masing masing , tahu titik lemah maupun kekuatan partner , dan saling menutup untuk mendapatkan satu hasil akhir yang optimal .
Values yang dihasilkan adalah hasil akhir , yang dinikmati konsumen .
Korporasi dari USA tersebut sekarang telah mendunia , dengan kurang lebih 275.000 franchisees . Hal ini menjadi acuan dan contoh , untuk dikembangkan di korporasi tingkat global , atau yang mempunyai cita cita menjadi korporasi klas dunia .
Satu integrated diklat , atau kerennya disebut ”coporate university” .
Lembaga ini bukan hanya menyiapkan materi training untuk talents , tetapi lebih jauh mempersiapkan seandainya ada perubahan organisasi , menciptakan culture , loyalitas , mempertahankan atau meningkatkan competitiveness korporasi , dan juga mempertahankan talents yang memang berkwalitas dan diperlukan korporasi .
Bisa saja anggota Board of Director berfungsi sebagai mentor utama , dan menerapkan’ training for trainer’ , untuk meneruskan knowledge dan values values tadi , kejajaran bawah .
Tetapi lebih penting dari itu , diperlukan ’ PARTNER’ yang piawai , dalam bentuk satu sinergi , baik dengan akademisi , konsultan , vendor yang credible bahkan bisa diambil dari para ahli lain diluar korporasi , dengan catatan dan asumsi , terdapat ikatan untuk menjaga confidentiality , keterikatan formal , dan saling memberikan input untuk menghasilkan suatu formulasi baru , yang bisa dipakai dan dijalankan oleh korporasi .
Kerjasama seperti ini akan memberikan benefit , karena korporasi tentu tidak menginginkan dirinya menjadi ‘katak dalam tempurung ‘, dan memerlukan ide yang terkadang out of the box .
Janganlah mendirikan suatu corporate university , hanya untuk satu kemewahan , karena dengan biaya yang tinggi , terkandung cita cita yang realistis , bertahan sekarang , bertarung untuk masa depan , dengan kebersamaan dalam satu strategi .
Kalau dalam contoh operasional korporasi diatas , yang berhasil mempertahankan eksistensi pasarnya pada tahun 80 an , tanpa CU , sedangkan salah satu korporasi di USA , sejak tahun 60 an sudah beroperasi dengan CU , maka sudah selayaknya banyak korporasi besar dinegara kita , sekarang ini mendirikan CU .
Para CEO sudah lebih educated , dan berpengalaman , yang tentunya bisa mempersiapkan masa depan korporasi dengan lebih teliti , dan menjaga eksistensi dan kontinuitas growth korporasi .
Marilah kita persilahkan CEO berakting sebagai conductor dan dirigen orchestra , memimpin pertunjukannya , dengan gemulai dan hasil yang aduhai .
Di dunia bisnis sejak tahun 1961 , salah satu produsen hamburger di USA bahkan mendirikan satu universitas dengan nama ‘Hamburger University’ .
Founder dari lembaga ini berprinsip , dimanapun dan kemanapun kita pergi untuk berbisnis , maka ‘investasi utama’ adalah , mendapatkan dan mendidik talents .
Roy Kroc , sang founder bahkan menganggap bahwa mendidik mereka dikampusnya , nantinya bukanlah hanya talents yang menikmati benefitnya , tetapi juga benefit untuk korporasi , komunitas atau konsumen mereka .
Satu capaian yang luarbiasa luas spektrumnya .
Pendidikan dan keahlian dari bermacam bidang pekerjaan , dari mulai membersihkan outlet , mempersiapkan dapur dan bahan material , sampai dengan kalkulasi harga , service dan after service , merupakan ilmu ilmu yang tidak berdiri sendiri .
Dalam satu integrasi , pendidikan dikampus ini , akan mempersiapkan team yang saling tahu role masing masing , tahu titik lemah maupun kekuatan partner , dan saling menutup untuk mendapatkan satu hasil akhir yang optimal .
Values yang dihasilkan adalah hasil akhir , yang dinikmati konsumen .
Korporasi dari USA tersebut sekarang telah mendunia , dengan kurang lebih 275.000 franchisees . Hal ini menjadi acuan dan contoh , untuk dikembangkan di korporasi tingkat global , atau yang mempunyai cita cita menjadi korporasi klas dunia .
Satu integrated diklat , atau kerennya disebut ”coporate university” .
Lembaga ini bukan hanya menyiapkan materi training untuk talents , tetapi lebih jauh mempersiapkan seandainya ada perubahan organisasi , menciptakan culture , loyalitas , mempertahankan atau meningkatkan competitiveness korporasi , dan juga mempertahankan talents yang memang berkwalitas dan diperlukan korporasi .
Bisa saja anggota Board of Director berfungsi sebagai mentor utama , dan menerapkan’ training for trainer’ , untuk meneruskan knowledge dan values values tadi , kejajaran bawah .
Tetapi lebih penting dari itu , diperlukan ’ PARTNER’ yang piawai , dalam bentuk satu sinergi , baik dengan akademisi , konsultan , vendor yang credible bahkan bisa diambil dari para ahli lain diluar korporasi , dengan catatan dan asumsi , terdapat ikatan untuk menjaga confidentiality , keterikatan formal , dan saling memberikan input untuk menghasilkan suatu formulasi baru , yang bisa dipakai dan dijalankan oleh korporasi .
Kerjasama seperti ini akan memberikan benefit , karena korporasi tentu tidak menginginkan dirinya menjadi ‘katak dalam tempurung ‘, dan memerlukan ide yang terkadang out of the box .
Janganlah mendirikan suatu corporate university , hanya untuk satu kemewahan , karena dengan biaya yang tinggi , terkandung cita cita yang realistis , bertahan sekarang , bertarung untuk masa depan , dengan kebersamaan dalam satu strategi .
Kalau dalam contoh operasional korporasi diatas , yang berhasil mempertahankan eksistensi pasarnya pada tahun 80 an , tanpa CU , sedangkan salah satu korporasi di USA , sejak tahun 60 an sudah beroperasi dengan CU , maka sudah selayaknya banyak korporasi besar dinegara kita , sekarang ini mendirikan CU .
Para CEO sudah lebih educated , dan berpengalaman , yang tentunya bisa mempersiapkan masa depan korporasi dengan lebih teliti , dan menjaga eksistensi dan kontinuitas growth korporasi .
Marilah kita persilahkan CEO berakting sebagai conductor dan dirigen orchestra , memimpin pertunjukannya , dengan gemulai dan hasil yang aduhai .
S e m o g a.
eddie.priyono@yahoo.com
eddie.priyono@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.