Translate

AKU adalah AKU....aku yang dilahirkan dari keluarga sederhana dikota kecil,
AKU adalah AKU....aku yang dipecut sejak kecil untuk menjadi manusia yang berguna dihari tua,
AKU adalah AKU....aku yang melihat segalanya dari kacamata seorang manusia,
terimakasih bapak , maturnuwun ibu , bahkan airmata ku pun tak bisa membalas kebaikan ini,
segala puja doa , hanya bisa kukirim ,  untukmu almarhum bapak ibu,
dan hanya bisa bersyukur kepada MU ya ALLOH , Tuhan sang Maha Penyayang ......
purna kata , sudah selayaknya aku harus "memanusiakan manusia dengan nurani".......
aku
,eddiepriyono.

 

Sabtu, 21 Mei 2016

SETIA vs SE TI A





PUBLISHED di " HUMAN CAPITAL JOURNAL " Magazine.

Drs Eddie Priyono MM .

Seseorang, bertanya kepada teman yang sering dan sudah 9 kali berpindah pindah tempat kerja. Kenapa sih dirimu tidak mempunyai loyalitas yang tinggi, dan terus berganti  tempat kerja seolah tidak ada puasnya?  
Apakah hanya memikirkan penghasilan tinggi, fasilitas kerja ,atau sekedar advonturir ?  
Dan kapan dirimu akan mulai betah, setia , dan bertahan di satu tempat kerja ?

Suatu pertanyaan yang menggelitik, karena seorang professional yang biasanya juga disebut talents atau  super SDM, mempunyai pertimbangan yang bervariasi dan  private untuk pindah kerja.  

Benarkah ini suatu tanda, bahwa  semakin tinggi value sang talent dan semakin banyak yang  membutuhkan profesionalisme nya, semakin besar kesempatannya untuk lompat pagar seenaknya ? 

Dan itukah tanda ketidak setiaan nya ?   

Atau ,  adakah peran HR juga yang menyebabkan  talent memutuskan angkat koper dan mencari tempat baru untuk menunjukkan kemampuannya. 

Dalam dunia sepakbola professional, hal ini jamak terjadi, seandainya seorang striker berpindah klub, untuk lebih menunjukkan tajinya di klub baru dengan value yang lebih tinggi.  

Mereka tidak sepenuhnya loyal kepada Klub nya,  tetapi mereka LOYAL kepada  PROFESI  nya. Seorang Cristiano Ronaldo  boleh berganti klub setiap musim, tetapi dari profesi dia akan tetap  berkiprah sebagai striker, dan bukan kiper.  

Kesetiaan kepada profesi adalah hal yang utama dan prisip , dan  harus dipunyai seorang talent, karena itulah keahlian yang akan diberikan kepada korporasi. 

Tetapi kesetiaan kepada korporasi berbeda dan mempunyai banyak hal dibelakangnya, khususnya peran HR sebagai pengelola human resources internal korporasi. 

Ini  menyangkut penerapan aturan aturan baik dari Kementrian Tenaga Kerja maupun aturan internal korporasi termasuk climate yang membuat seseorang betah atau gerah untuk berlama lama bekerja di korporasi tersebut. 
Dalam fakta operasional, sangat sering seorang manajer HR ‘dipakai’ sebagai bulldozer oleh sang CEO untuk menjalankan missi korporasi. 

Hal yang sangat wajar, seandainya itu masih dalam koridor aturan yang benar, tetapi kalau sudah dipakai oleh sang CEO  untuk menjalankan ego dan hal hal yang berseberangan dengan aturan,  maka si manajer HR sudah masuk kedalam blunder cycle yang merugikan korporasi maupun si talent. 

Seorang CEO tidak suka dan ingin membuang seorang Area Manager di Jawa ke Jayapura, dengan harapan sang manajer akan mengundurkan diri ?.  

Itulah target dan keinginan CEO maka  iapun memerintahkan manajer Operasional dan  manajer HR untuk membuat surat pindah.
Tanpa melakukan penelitian dan assessment, HR menjalankan instruksi CEO.  
Dua kerugian telah terjadi, yaitu kerugian korporasi maupun si talent, karena kecerobohan ini. 

Korporasi rugi, karena kalau area tersebut dimanage oleh seorang talent berdasarkan assessment yang riil dan benar, tentu hasilnya akan jauh lebih bagus daripada dimanage  oleh seseorang yang dibuang karena tidak disukai CEO. 

Si talent rugi karena harus berangkat dengan perasaan yang galau dan merasa dirinya dibuang oleh korporasi,  atau , dia harus memutuskan berpindah kerja lagi,seandainya dia sudah  ready to go. Cerita extreme seperti ini kalau sampai benar terjadi tentu sangat disayangkan,  karena HR telah ikut berperan menciptakan climate yang tidak kondusif dan merugikan korporasi sendiri.  

Kemungkinan akan banyak sindiran yang akan terlontar dari internal korporasi , HR bukanlah  HUMAN  RESOURCES ,  tetapi telah berubah menjadi ” Hulubalang Raja”

Berbagai sudut pandang talent sebenarnya bisa dilihat dan dianalisis , karena  bisa menjadi acuan HR  sebagai pengelola SDM  terutama terhadap  talent yang menjadi asset penting korporasi. 
HR seharusnya menjadi pengayom SDM  dan talent, sekaligus garda terdepan  pelaksana aturan ketenaga kerjaan dan aturan korporasi sendiri. 
Tidak ada alasan apapun bagi lembaga HR, untuk lebih mementingkan ego dan kekuasaan Direksi , dengan mengorbankan suasana dan kenyamanan kerja para SDM dan talent.

JOB SATISFACTION  vs  HRD

Dalam bukunya ”ORGANIZATIONAL BEHAVIOR ”.Fred Luthan menulis tentang 5 job dimensions yang mewakili characteristic pekerja dalam menentukan job satisfactions.


1.    The Work  itself.

2.    Pay , remuneration’

3.    Promotion opportunities.

4.    Supervision.

5.    Coworkers and working group.



Jelas sekali yang dia sebutkan disini, tetapi dia masih menambahkan satu kategori lagi,yaitu Working Conditions
Dan inilah kunci untuk mengikat kelima karakter diatas.  

Peran dari HR sangat penting untuk menjaga working conditions ini,  mulai dari sistim kebersihan yang terkoordinir dengan baik, sampai dengan flexibelitas suasana kerja dalam koridor aturan aturan dan lain lainnya .
Bukan sekedar menyenangkan Direksi dan mengorbankan value dari working conditions.  

Assesment , penilaian kinerja terhadap HR memang harus spesifik,  untuk memberikan impresi kepada para talent tentang fairness assessment , dan ini harus berani dilakukan oleh korporasi , untuk menjaga Working Conditions, bahkan menaikkan kenyamanan kerja ini ke level yang lebih tinggi. Job satisfaction yang lebih baik dari tahun ketahun sangat didambakan oleh para talent , karena dengan situasi ini , kinerja , inovasi , breakthrough dalam productivity , sampai ke peningkatan kwalitas output korporasi akan lebih sering terjadi, yang akan menyebabkan posisi korporasi meningkat di industrinya , baik yang bersifat tangible maupun intangibles.  

Value improvement seperti ini sangat didambakan para Shareholders, Dewan Komisaris , Dewan Direksi, seluruh ‘penghuni korporasi’, sampai kepada pelaksana jalur distribusi ke customers termasuk pengguna produk dan jasa korporasi tersebut.   

Balance score card untuk HR memang mengandung hal hal yang juga bersifat abstrak, bisa dirasakan , tetapi  sulit untuk dilihat dengan mata kepala , apalagi oleh seseorang dari external korporasi. Assesment HR secara tahunan bukan hanya berisi penggunaan anggaran  ,pelaksanaan rekruitmen tepat waktu dan terpenuhi kwalitas  dan kwantitas , evaluasi in out karyawan ,pelaksanaan training terskedul maupun adhoc , hubungan tripartite yang harmonis dan lain lainnya. 

Tetapi hal paling sulit, salah satunya adalah mengukur tensi job satisfaction di internal korporasi.

Working Conditions yang dikatakan talent terkadang bersifat subyektif, dan tidak mewakili yang dirasakan oleh mayoritas. 
Hal ini sebenarnya tidak perlu dirisaukan, karena tolok ukur realistis adalah , betahnya para SDM dan talent, berkurangnya kwantitas yang meninggalkan korporasi , dan tebaran senyum para penghuni korporasi karena suasana nyaman ,walau seberat apapun tantangan yang ada , baik yang internal maupun dari competitor. 
Mindset yang positif dan konstruktif , adalah buah karya terberat HR. 

Seorang HR yang berusaha untuk selalu mendatangi departemen lain, berkomunikasi setiap saat dengan konsep mendengarkan ,berfungsi sebagai pengayom bagi semuanya, dan menjalankan fungsi structural sebagai tulang punggung CEO,  untuk menjalankan instruksi instruksinya sesuai aturan main yang benar dan menguntungkan korporasi dan SDM nya. 

Jangan biarkan para talent memulai selingkuh , dengan melirik kanan kiri korporasi mencari tempat yang lebih nyaman buatnya.  
Bukan hanya materi yang diinginkan ,seperti kata Fred Luthan diatas , tetapi lebih kepada working conditions yang digelutinya sehari hari.  

Jangan biarkan teman diatas  bertindak SE-TI-A, selingkuh tiada akhir , mencari tempat bekerja yang kesepuluh. 

Tetapi biarkan dia menikmati working conditions yang baik di korporasi ini, denagan kata  SETIA yang sebenarnya.

Semoga.

eddie.priyono@yahoo.com
220516
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Iklan

Iklan
Portal berita ekonomi bisnis keuangan

Total Tayangan Halaman

Flag Counter
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular