Published di "Human Capital Journal" magazine.
Drs. Eddie Priyono MM
Suksesnya
pencapaian tujuan korporasi, identik dengan suksesnya kinerja seluruh jajaran Sumber Daya Manusia , sesuai
planning yang telah disusun didalam budget tahunan.
Pada awal tahun 80an, seorang lulusan sarjana
ekonomi yang pada saat itu masih sangat langka , sempat tertegun , karena begitu dia
diterima sebagai “management trainee”
disuatu perusahaan multi national yang memproduksi consumers product, dia harus magang menjadi
salesman kepasar pasar tradisional
Bukankah kalau diterima kerja , seorang sarjana seharusnya bisa langsung jadi Boss ?...pikirnya...
Dengan dibekali modal Rp 2juta , plus mobil van dan 1
sopir, dia harus menjual produk produk ke retail, sekaligus mendisplay produk,
dan memasang alat peraga sarana reklamenya.
Inilah aktifitas harian seorang sales promotor , yang menyisip produk
yang belum ada di outlets , karena distributor sudah terbiasa hanya menjual produk yang
mudah dan laku dijual.
Para SP ini juga diharuskan
untuk mendisplay produknya hingga eye catching , diselingi alat peraga, khususnya produk yang
saat itu sedang masa promosi.
Dalam
waktu 3 bulan , dia harus membuat laporan harian, mingguan dan bulanan yang tidak boleh ada selisih antara stok, kas ,dan dikonsolidasi dengan pengeluaran uang makan, bensin,
parkir dan lain lain.
Benar benar suatu
pekerjaan lapangan yang jauh dari perkiraannya karena merasa dirinya adalah
sarjana.
Dan setelah 3 bulan berjalan, saatnya
sang Management Trainee memberikan
presentation didepan HR dan Manager terkait, apa saja yang telah dikerjakannya.
Termasuk hasil audit pekerjaannya , yang dilakukan oleh supervisor yang berwenang diarea
tersebut, bersama tim auditor dari korporasi.
Dan yang paling ditunggu oleh Tim Penilai, ada lah usulan usulan , ide baru, dan temuan temuan,
tentang produk, alat peraga, komentar dari retailers, konsumen, aktifitas
competitor dan lain lain.
Kemampuan, kemauan, semangat dan talenta sangat
terlihat disini, bukan hanya teori , tetapi sudah mencakup praktek lapangan
,mental, disiplin, kejujuran, kreatifitas dan semangat juang si MT ini.
Apabila dianggap lulus oleh Tim Seleksi, maka si MT berlanjut dengan magang sebagai
Supervisor selama 6 bulan kedepan.
Dan
kini didepannya terbentang lingkup kerja yang luas dengan membawahi sales promotor yang
sebenarnya , Sales Promotor asli , bukan yang magang .
Demikian seterusnya, setelah 6 bulan si MT harus kembali berhadapan
dengan Tim Seleksi untuk presentasi serupa.
Barulah dalam 3 bulan terakhir sebelum
menginjak 1 tahun, si MT dijajal sebagai
Deputy Area Manager disuatu area yang
telah dipersiapkan.
Dan , akhirnya setelah 1 tahun , dia telah ready for use sebagai Asistant Manager dan bisa naik kejenjang jabatan
seterusnya.
Program pelatihan semacam ini memang dipersiapkan untuk mendapatkan
talenta talenta calon pimpinan korporasi
yang teruji dan mumpuni di masa yang akan datang.
Dan model pelatihan semacam ini telah lama
dijalankan oleh Militer dan Kepolisian melalui Akademi mereka.
Sangat kontradiksi dengan kondisi sekarang
, dimana banyak pimpinan instant, yang tiba tiba menjadi boss karena factor
factor tertentu , dengan tidak melalui
tahapan seleksi skill, mental, dan talenta yang ada dalam
dirinya.
Kenyataan ini terjadi baik itu dibirokrat, politik, korporasi
ataupun institusi lainnya, yang membuat kinerja di organisasi tersebut
mempunyai kendala pada kwalitas pimpinan.
Dan tidak bisa dipungkiri, itu juga berimbas
kepada kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya. Kita tidak perlu heran , kalau
kinerja dibeberapa daerah itu kurang maksimal karena factor pelatihan yang kurang dipersiapkan untuk PIMPINAN yang
instant ini .
Memang sudah banyak pimpinan daerah, atau korporasi yang
menyadari hal ini, dan mereka mengejar ketertinggalan ini dengan pelatihan,
pengembangan dan cara cara mengukur kinerja yang optimal bagi organisasinya,
baik melalui balance score card ataupun
metode lainnya.
JARKONI
Prof.Dr.Sondang
P Siagian MPA dalam “ Manajemen Sumber
Daya Manusia” mengatakan bahwa tujuan kesuksesan suatu organisasi tidak pernah
lepas dari 4 kategori tujuan, yaitu :
- Tujuan masyarakat secara
keseluruhan.
- Tujuan organisasi tersebut.
- Tujuan fungsional yaitu
manajemen SDM didalam organisasi.
- Tujuan pribadi para anggota
organisasi tersebut.
Kesuksesan
suatu organisasi tidak hanya dengan tercapainya tujuan organisasi , tetapi juga
bermanfaat bagi masyarakat ataupun konsumen, internal organisasi maupun
individu individu yang melaksanakan aktifitas organisasi tersebut.
Suatu
kompleksitas yang harus dimengerti oleh CEO,
Kepala Daerah, ataupun pimpinan Institusi.
Jangan sampai seorang CEO atau Pimpinan
Organisasi mempunyai sifat egois, dengan tidak mau melihat kekurangan dirinya,
melupakan masukan dari bawahan, apalagi tidak berminat menambah skill nya
melalui pelatihan dan pengembangan.
Satu contoh dari PHILLIPS
B CROSBY dalam bukunya “QUALITY
WITHOUT TEARS” tentang demotivasi.
Seseorang
yang telah diberikan pelatihan, dan mulai bekerja diperusahaan dengan anthusias
yang tinggi, serta bangga dengan
institusi tersebut.
Namun setelah beberapa bulan, dia mulai merasa bimbang.
Antara lain mulai mengeluh : They
don’t care about quality, I had this good idea but nothing happened, There is no way to get ahead around here,
dan lain lain keluhan.
Hal seperti ini adalah bibit dari suatu kerawanan
soliditas organisasi, yang harus cepat
diselesaikan oleh sang CEO atau Pimpinan Organisasi.
Seorang CEO yang dipersiapkan
dari awal dengan spartan seperti si Management Trainee diatas, tentu akan cepat
tanggap, karena dia merasakan hal yang
sama disaat dia magang sebagai trainee dahulu.
Begitupun CEO instant yang telah mengupgrade
diri melalui pelatihan , akan merasa kawatir dengan situasi ini, karena bisa
saja tujuan organisasi terhambat dengan kinerja SDM yang demotivasi.
Maka
sebaiknya jadilah pimpinan yang cepat tanggap , ojo
rumongso biso, nanging ora biso rumongso, jangan merasa serba bisa, tapi
tidak merasakan apa yang sebenarnya terjadi.
Dalam bahasa popular ini disebut sebagai JARKONI.
Singkatan dari “BISO NGAJARI NANGING ORA BISO NGLAKONI”. BISA MENGAJAR
TAPI TIDAK BISA MELAKSANAKAN.
Seorang
CEO dituntut tahu lapangan, bersama sama turun kesana dan menguasai lapangan
untuk lebih meyakinkan karyawannya.
Seorang pensiunan jendral di POLRI yang
terakhir bergelut di LEMDIK mengatakan kepada siswanya : “saya tidak mau hanya
memberikan contoh yang baik baik ,
tetapi saya harus melaksanakan contoh contoh yang saya berikan ini , didepan para siswa”.
Konsisten ucapan dan perbuatan ,
Komitmen terhadap ucapan.......sadarkah kita akan hal ini ??
Komitmen terhadap ucapan.......sadarkah kita akan hal ini ??
Kesuksesan
pencapaian TUJUAN organisasi adalah
kesuksesan kinerja seluruh jajaran sumber daya manusia .
Termasuk sang CEO.
Semoga.
eddie.priyono@yahoo.com
220516
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.