Translate

Keluarga tercinta

Belajarlah untuk melepas masa lalu agar tidak menjadi penghalang di masa depan, walaupun masa lalu itu sulit dilupakan.

Tuhan tidak pernah tidur

Berpikirlah sebelum bertindak

Tuhan tidak pernah tidur

Bertindaklah dijalan Alloh swt, Tuhan maha pengasih

Tuhan tidak pernah tidur

Kasih ibu sepanjang jalan

Tuhan tidak pernah tidur

Kasih Tuhan sepanjang jaman

AKU adalah AKU....aku yang dilahirkan dari keluarga sederhana dikota kecil,
AKU adalah AKU....aku yang dipecut sejak kecil untuk menjadi manusia yang berguna dihari tua,
AKU adalah AKU....aku yang melihat segalanya dari kacamata seorang manusia,
terimakasih bapak , maturnuwun ibu , bahkan airmata ku pun tak bisa membalas kebaikan ini,
segala puja doa , hanya bisa kukirim ,  untukmu almarhum bapak ibu,
dan hanya bisa bersyukur kepada MU ya ALLOH , Tuhan sang Maha Penyayang ......
purna kata , sudah selayaknya aku harus "memanusiakan manusia dengan nurani".......
aku
,eddiepriyono.

 

Minggu, 22 Mei 2016

chance to change








Published at " HUMAN CAPITAL JOURNAL " Magazine.
                                                       Wawancara tentang " mendapat dan memanfaatkan Talents ".

Menurut Eddie Priyono, konsep Career Management (CM) harus dimulai dari awal perekrutan. “Banyak korporasi yang memakai sistim Management Trainee (MT) , untuk mendapatkan  calon calon managernya.” Calon manager disaring ,dan banyak mendapatkan pelatihan. Selama pelatihan, semua karir mereka akan diarahkan sesuai talenta mereka, papar Director PT. Victory Jaya Perkasa ,yang juga menjabat sebagai Advisor di Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (Puskopem). 

Selain MT, program Talent Management (TM) juga menjadi kebutuhan yang tak kalah penting bagi perusahaan.




Lulus seleksi awal MT, para trainee ini mulai melakukan pekerjaan yang sesuai dengan talenta mereka, melalui on the job training, coaching, mentoring, dan bentuk pengembangan karyawan lainnya. “kan tidak semua karyawan sudah bagus dan memenuhi kebutuhan perusahaan, ada juga yang sudah bagus atau sudah jadi, ada yang dipersiapkan dari awal. 

Melalui MT, semua karyawan yang berpotensi dan bertalenta dipersiapkan dari nol , dan akan dikembangkan, sehingga ketika mereka lulus, mereka langsung mampu bekerja , sesuai deskripsi dan standard yang telah ditetapkan” tutur Eddie.  Bahkan jika diperlukan, lanjut Eddie, karyawan yang bagus akan diberikan pendidikan tambahan berupa pendidikan formal di dalam atau di luar negeri.

Cara mengimplentasikannya, adalah dengan melalui management development, yaitu dengan men-set up dari kebutuhan tiap tiap departemen “Misalnya jika di departemen produksi membutuhkan manager produksi, maka harus dipersiapkan, melalui MT Produksi terlebih dulu. 

Menurut saya, kerjakanlah dari awal dengan baik dan benar,” tuturnya. 

Menurut Eddie, karyawan merupakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menjalankan bisnis ,agar perusahaan bisa berkembang, maju dan tetap ada. 
Karena itu, perlu strategi dalam hal pelatihan dan pengembangan khusus untuk para talent, agar talent berkembang dengan optimal. “Seorang talent yang bagus harus diberikan kesempatan, tidak boleh dihambat. 

Kalau dihambat maka talent tersebut akan kabur,” tegasnya.

Para talent dari MT ,bisa mencapai posisi yang lebih tinggi dan lebih cepat dibandingkan karyawan biasa. “Jika jalur regular bisa membutuhkan waktu antara 5-6 tahun untuk mencapai posisi manager, maka untuk talent, bisa sekitar 2-3 tahun saja. 
Ini jauh lebih cepat,”jelasnya. 


Misalnya jika seorang sales lulusan MT, membutuhkan waktu 3 bulan untuk menjadi salesman,  6 bulan sebagai sales supervisor, disambung 6 bulan terakhir sebagai assistant manager , dan tahun berikutnya sudah bisa naik menjadi sales manager. 

“Tiap saat  ,mereka akan dimonitor dan dievaluasi oleh atasannya, agar diketahui apa saja yang menjadi plus minus, sehingga si MT tersebut  bisa diberikan pelatihan dan pengembangan tambahan,” paparnya.

Bahkan jika diperlukan, karyawan yang bersangkutan akan dimutasi atau di rotasi di tempat lain , untuk menambah pengetahuannya, selain dibagian yang sudah diproyeksikan untuknya. 


Diharapkan , saatnya nanti dia bisa bekerjasama dengan bagian lain .

Ketika disinggung perihal manfaat yang didapat oleh perusahaan dengan adanya konsep CM ini, dengan lugas Eddie menjawab bahwa perusahaan akan diuntungkan ,karena bisnis akan lebih terencana , produktivitas karyawan dan perusahaan akan optimal, dan perusahaan siap bersaing di industry tempat mereka berkiprah. 

eddie.priyono@yahoo.com

200516
Share:

TIM SUKSES




Published  " HUMAN CAPITAL JOURNAL " Magazine .

Drs Eddie Priyono MM.

Dalam suatu kisah , seorang Senior Manager di Departemen Sales memberikan Training kepada Sales Supervisor baru di Korporasinya , yang seolah tiada akhir .

Turn Over pekerjaan dan jabatan yang sangat tinggi , seolah memberi training Supervisor baru sejumlah 10 orang , dan bulan depan harus memberi training lagi dalam jumlah yang sama.

Wahhhh..

Never ending training

Dan sampai kapankah dia harus menghabiskan waktu , dengan kesibukan mengajar yang membuatnya jenuh , dan telah mengurangi waktunya yang seharusnya dipakai untuk berpikir dalam mengejar volume penjualan . 
Sering dia mengeluh keadaan ini ke HR Executive , kenapa SDM yang direkrutnya tidak pernah bertahan lama, dan harus mengulang rekruit , mengulang training dan training lagi. 
Apa sebenarnya yang telah dikerjakan oleh Departemen HR ?  

Yaa , mereka telah membantu mencarikan kandidat , menyeleksi awal , administrasi dan lain lainnya, namun mereka juga tak berdaya , begitu banyak yang mau menjadi kandidat , tetapi kembali mengundurkan diri setelah mendapatkan training , bahkan setelah beberapa bulan join dikorporasi 

Harus ada satu solusi agar situasi ini segera berakir , apalagi competitiveness dari korporasi masih bisa disebut sebagai diatas rata rata , baik dari take home pay , welfare , masa depan korporasi dan eksistensinya didalam industri.

INVOLVE  BUKAN  HANYA  SUPPORT .

Berbicara tentang situasi saat ini , maka inilah saat yang sangat krusial dimasa kampanye PILPRES di Indonesia . 
Begitu besar dominasi berita politik untuk pemilihan presiden RI ,pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan datang. 
Bertubi berita kegiatan para Tim Sukses para Kandidat , dan diselingi  berita dari relawan , yang tentunya sukarela mendukung pilihannya .
Para relawan dengan segala jenis atribut , datang ke  POSKO Pemenangan Kandidat , untuk menunjukkan support mereka kepada calon yang akan dipilihnya. 

Dan setelah pulang dari deklarasi , boleh saja mereka kembali ke kehidupan semula , tidak bisa dideteksi mereka berlanjut menyebarluaskan dan meyakinkan orang lain , untuk  memilih calon yang baru saja dideklarasikan bersama rekan rekannya. 
Atau mereka langsung berkampanye sendiri , karena menjalankan komitmen. 
Ini semua terserah para relawan tersebut , bahkan seandainya target para relawan ini hanya untuk mendapatkan sorotan kamera televisi , menjadi berita yang bisa dilihat teman , kerabat dan keluarganya . 

Berbeda dengan TIM SUKSES Kandidat , yang setiap saat menganalisa apapun yang terjadi diluar , termasuk aktifitas pasangan Kandidat saingannya. 
Itulah prioritas mereka , menganalisa , membicarakan langkah berikut bersama Kandidat yang mereka perjuangkan saat ini. 
Kerja keras siang malam untuk mempelajari progres konstituen , per wilayah, kabupaten , propinsi sampai tingkat nasional. 

Tim Sukses ibarat  mata , telinga, dan konseptor aksi berikut , think thank yang sangat diandalkan oleh Kandidat . 
Sangat berat tugas TIMSES ini , sehingga hanya orang pilihan , punya kapabelitas tinggi, berjiwa inisiator dan inovator , dan seharusnya didengar sang Kandidat , terlebih saat debat resmi yang ditonton jutaan pasang mata masyarakat. 

TIMSES bukan hanya di Indonesia , tetapi sudah lebih advance lagi di dunia Barat , apalagi USA . Merekalah alat pikir, penyempurna konsep yang ada , bahkan sampai cara berpakaian , berpidato , senyum atau gerak tubuh Kandidat . 

Bagaimana dengan peran HR dalam memberikan kontribusi , untuk menjaring talents , mendesign masa depan talents , sampai dengan total kontribusinya kepada korporasi ?  

Peran HR bukan lagi hanya mensupport Departemen lain , tetapi sudah saatnya menjadi bagian dari TIM SUKSES Korporasi untuk mencapai tujuan visi missinya.


HR  OUTSIDE  IN.

Didalam bukunya “HR  OUTSIDE  IN” , Dave Ulrich , dan kawan kawannya , menulis perkembangan HR dengan melihat perkembangan dunia bisnis saat ini. 


Mereka menulis bahwa  bisnis saat ini tidak bisa lepas dari bisnis yang dikehendaki ‘ key stakeholders’ yang terdiri dari customers , investors,communities,partners,employees dan lain lainnya .

if HR professionals are truly to contribute to business performance ,then their mindset must center on the goals of the business .They must take ,that outside reality and bring it into everything they do , practicing their craft with an eye to the business, as a whole and not just their own department.” 


HR sudah harus bisa mengendus apa yang terjadi dipasar industrinya , dan bersama Departemen lain secara aktif membuat bukan hanya strategi , tetapi sudah ikut membuat solusi agar korporasi secara aktif bisa lebih eksis dan kompetitif dipasar yang mereka geluti. 
Dalam pandangan mereka HR telah metamorfosis dari tahap pertama , sampai sekarang memasuki tahap keempat . 
Dari awal peran HR sebagai HR administration , berkembang menjadi HR  Practices , menapak lagi menjadi HR Strategy , dan kini saatnya menjelma menjadi HR Outside In

Pada era ini , HR tetap harus konsentrasi dan menjalankan tiga tahap sebelumnya , namun sudah harus mulai dengan tahapan outside in ini. “ rather than rely on the three waves before , we see future facing HR profesionals looking outside their organizations to stakeholders, to define successful HR

Mereka harus membawa semua parameter dipasar sesuai keinginan stakeholders , dan menjadikannya sebagai bahan dikombinasi data inside , sebagai acuan dalam membuat keputusannya .
HR mestinya tahu apa yang terjadi di marketplace ataupun di workplace , dianalisis bersama sebagai masukan yang akurat kepada Manajemen maupun Departemen lainnya. 

Didalam case study  diatas , sudah selayaknya HR mengetahui bagaimana mendapatkan solusi yang tepat , agar turnover supervisor yang baru bergabung di korporasinya  bisa diminimalkan. 

Seandainya itu terjadi disatu korporasi yang memproduksi dan menjual minuman beralkohol misalnya , maka sudah selayaknya HR memahami karakter produk , situasi pasar dan kompetisi, kenyamanan employee karena memproduksi barang yang dianggap haram oleh sebagian besar masyarakat dan lain lainnya. HR  seharusnya menyadari , Supervisor  harus mau menerima keadaannya berkecimpung diproduk yang dianggap haram , dampak kepada mental dan moral dirinya , keluarga, lingkungan, untuk masa depan , bukan sekedar mencari nafkah dan karir saja,. 

Apabila ini telah dipahami calon talents , masih banyak hal di marketplace yang disebut outside untuk dimasukkan sebagai in dari masalah ini. 
Pengetahuan  tentang Peraturan Pemerintah tentang alkohol , Perda , aturan tidak tertulis didunia malam , ‘red light district’ ,dan banyak hal lain yang menjadi tantangan. 
Ditambah dengan pengetahuan pembuatan barang palsu untuk menghindari excise , persaingan  keras dalam merebut customers yang sebenarnya illegal , termasuk adu kuat promosi dan lain lain. 

Apabila hal tersebut diatas belum termasuk dalam agenda HR yang merekrut , atau sudah tahu , tetapi tidak memasukkan program dalam mendapatkan talents dan memberikan training yang inline , maka sudah wajar turnover Supervisor akan tinggi . 

Sungguh kasihan Senior Manager , harus berbicara hal yang sama untuk supervisor yang berbeda setiap bulannya. 









S e m o g a .

eddie.priyono@yahoo.com

220516

Share:

Sabtu, 21 Mei 2016

TARGET TRAINING or TRAINING for THE TARGET




Published "HUMAN CAPITAL JOURNAL " Magazine.

Drs Eddie Priyono MM.

seorang General Manager disalah satu perusahaan aqua feed , sangat heran. 
Segala training telah dia jalankan khususnya untuk para salesforcenya. 
Namun tetap saja penjualan dalam volume nya kurang menggembirakan, dan teguran demi teguran dia terima dari Head Officenya di Singapore.
  
Maka berundinglah dia dengan Sales Manager dan HR Manager, apa sebenarnya yang terjadi di departemen Sales.  
HR dan Manager unit melaporkan bahwa training, evaluasi kerja, bahkan sampai ke Job Des dan Job Evaluation telah dibicarakan per individu dan daerah pemasarannya. 

Dan dalam pembicaraan berikutnya, si GM mencoba untuk menganalisis ‘Marketing Mix ‘nya, untuk mempelajari competitiveness dipasar , dan tetap tidak ada yang negative.  
Bahkan P dari Pricing mereka lebih kompetitif,  karena satu layer lebih murah dari competitor ,dengan kwalitas produk yang sama.  

Dan mereka bersepakat mengusulkan ke HO ,untuk diijinkan menaikkan harga per kilogramnya, dengan asumsi kenaikkan harga ini akan dipakai untuk insentif kepada sales supervisor dari setiap penjualan feed yang mereka jual.
  

Analisis GM ini sangat komprehensif , karena kenaikkan penjualan feed,  yang dimulai dari ration feed yang lembut sampai ke feed yang agak besar, akan membuat petambak terikat sampai dengan mereka memanen udangnya, yang otomatis memakai feed yang sama.  



Dan ini berarti akan terus menggunakan feed  hasil produksi mereka sampai dengan masa panen tiba. 

Setelah program insentif ini dijalankan, betapa senangnya si GM karena bukan hanya volume yang bertambah, tetapi kepastian volume naik, karena petambak yang lebih banyak menggunakan jenis produk feed nya sampai dengan panen. 
Artinya dengan lebih mudah Annual Target yang dijadikan missi tahunan korporasi mudah dicapainya. 

Training yang intensif memang sangat diperlukan,  tetapi MOTIVASI dari salesforce, kepercayaan diri dan harapan mendapatkan bonus lebih, akan memacu si salesfoce untuk extra ordinary bekerja menjual produknya dengan full spirit dan never giveup.  

Perpaduan strategy, training, motivasi dan control yang baik ini , membawa kesuksesan bagi si GM, yang juga kegembiraan seluruh personil di korporasi.


SELF CONFIDENT




Dalam bukunya “ JACK WELCH  and  the GE WAY ,management Insight and Leadership Secrets of the legendary CEO” , Robert Slater menulis tentang 3 kunci kesuksesan CEO setelah menjalankan semua fungsinya termasuk training , yaitu : SPEEDSIMPLICITY, SELF CONFIDENT.



Harus disadari bahwa SPEED  akan mempunyai indikasi menurunkan control, dan ini yang harus selalu diingatkan dan dipatuhi.
  
Begitupun  SIMPLICITY, dia mengatakan, in marketing,it means clear messages and clean proposals to consumers and industrial customers. 
Kecepatan, kejelasan pesan, dan tentunya focus kepada task masing masing , akan membuat performance individu lebih bisa mudah tercapai.   

Walaupun sudah dibekali training, dimotivasi dengan kecepatan dan focus,  ini tidak banyak membantu seandainya tidak dibarengi dengan keyakinan , keberanian diri untuk memenangkan pertarungan dipasar.  

Sudah menjadi satu ciri khas dalam recruitmen seorang salesforce , untuk menanyakan pertama kali kepada kandidat, “ apa kelebihan kamu
Strong point apa yang dipunyai sehingga berani melamar jabatan ini ?   
Apa kekurangan kamu,  yang perlu diketahui dan harus diminimize atau dihilangkan ?”. 

Seandainya si kandidat tersebut jujur dan benar,  maka lebih mudah bagi manager ataupun HR untuk membantu si kandidat saat diterima sebagai karyawan.  

Bahkan Slater dalam bukunya diatas mengatakan, bahwa kalau seseorang tidak mempunyai self confident , maka dia tak akan bisa berpikir simple dan focus. 

You have to have the self confidence, to make meaningful changes in your business. Have the self confidence to simplify and speed up your business procedures.  

Pada saat pertandingan ekshibisi sepakbola,  antara PSSI melawan satu kesebelasan kelas dunia di Jakarta , penyerang sayap kiri kita Andiek Virmansyah yang kecil mungil , berani fight head to head melawan David Beckam pemain legendaries dari Inggris. 

Walaupun Andiek jatuh bangun melawannya, namun diakhir pertandingan si Beckam berlari menghampiri Andiek, memeluknya dan meminta tukar jersey atau kaos yang dipakainya.  

Satu contoh nyata, betapa self confident, walaupun akhirnya kalah, akan membuat apresiasi , ditambah  latihan pisik strategi, focus dan  kecepatan. 

Membangun self confident memang memerlukan contoh contoh factual dari seniornya, terutama yang mempunyai pengalaman lapangan, yang berani memberi contoh langsung dilapangan atau dipasar. Dengan membawa si sub ordinate kepasar,  dan memberikan arahan arahan , dan tentunya dengan terus memonitor aktifitas hariannya. 

Self confident yang sudah menggumpal dalam satu team, akan membuat  keberanian dan keyakinan pribadi atau  seseorang, menjadi  ”team confident”  dan inilah  kekuatan yang luarbiasa dalam mencapai tujuan bersama di korporasi.  

Ada rasa kebersamaan yang tinggi, soliditas yang kuat dalam mencapai tujuan bersama.  
Dan inipun bisa menjadi rasa senasib dalam berjuang bersama, dan tugas CEO untuk mengarahkan dengan benar dan positif ,  karena kalau berlebihan berindikasi rasa senasib dalam kebenaran,  tetapi dalam hal negative akan menjadi rasa senasib walaupun diluar tatanan hukum. 

 Training yang terjadwal, isi training beserta strateginya, tetap memerlukan analisis after training, dan disinilah peran HR dan Manager Unit sebagai HR lapangan melihat sampai seberapa jauh hasil training, dan sampai sejauh mana para personilnya memahami isi dari training yang sudah diterimanya. 

Tetapi lebih dari itu , apakah training telah juga membangkitkan self confident,  dan memudahkan 
mencapai tujuan korporasi.  

Seyogyanya bertambahnya pengetahuan seseorang, akan membuat dirinya lebih confident. 
Tugas dari CEO dan jajaran managernya untuk tetap menjaga irama dan semangat para sales forcenya, dengan tidak menjadi over confident, atau malahan menjadi semangat yang kebablasan yang membahayakan kesehatan dan kehidupannya.  

Sangat ironis apa yang dialami seorang sales supervisor, yang harus wafat meninggalkan dunia dan keluarganya, pada bulan Maret yang lalu, karena mengikuti satu event disalah satu café sampai dengan jam 4 pagi. 
Kecelakaan fatal tidak bisa dihindari, dalam kondisi mengantuk, kecapaian, kehilangan focus dan terlalu bersemangat dengan self confident yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.   

Tugas dari CEO untuk mengingatkan, termasuk kepada sekretarisnya untuk menjaga irama kerja, menjaga kesehatan dan memaintain stress,  karena tidak mungkin menghilangkan stress kerja , dan sekretaris lah weapon terdekat yang dipunyai CEO sehari hari   

Karena tugas CEO  sebagai THE  HIGHEST   HR ,  adalah memanage korporasi dan tentunya memanage asset termahal disana, human resources.  

Susunlah target training, temukan training yang cocok dan gunakan training tersebut untuk mencapai target korporasi, dengan mempertimbangkan humanisasi.



Semoga.


eddie.priyono@yahoo.com

220516
Share:

SETIA vs SE TI A





PUBLISHED di " HUMAN CAPITAL JOURNAL " Magazine.

Drs Eddie Priyono MM .

Seseorang, bertanya kepada teman yang sering dan sudah 9 kali berpindah pindah tempat kerja. Kenapa sih dirimu tidak mempunyai loyalitas yang tinggi, dan terus berganti  tempat kerja seolah tidak ada puasnya?  
Apakah hanya memikirkan penghasilan tinggi, fasilitas kerja ,atau sekedar advonturir ?  
Dan kapan dirimu akan mulai betah, setia , dan bertahan di satu tempat kerja ?

Suatu pertanyaan yang menggelitik, karena seorang professional yang biasanya juga disebut talents atau  super SDM, mempunyai pertimbangan yang bervariasi dan  private untuk pindah kerja.  

Benarkah ini suatu tanda, bahwa  semakin tinggi value sang talent dan semakin banyak yang  membutuhkan profesionalisme nya, semakin besar kesempatannya untuk lompat pagar seenaknya ? 

Dan itukah tanda ketidak setiaan nya ?   

Atau ,  adakah peran HR juga yang menyebabkan  talent memutuskan angkat koper dan mencari tempat baru untuk menunjukkan kemampuannya. 

Dalam dunia sepakbola professional, hal ini jamak terjadi, seandainya seorang striker berpindah klub, untuk lebih menunjukkan tajinya di klub baru dengan value yang lebih tinggi.  

Mereka tidak sepenuhnya loyal kepada Klub nya,  tetapi mereka LOYAL kepada  PROFESI  nya. Seorang Cristiano Ronaldo  boleh berganti klub setiap musim, tetapi dari profesi dia akan tetap  berkiprah sebagai striker, dan bukan kiper.  

Kesetiaan kepada profesi adalah hal yang utama dan prisip , dan  harus dipunyai seorang talent, karena itulah keahlian yang akan diberikan kepada korporasi. 

Tetapi kesetiaan kepada korporasi berbeda dan mempunyai banyak hal dibelakangnya, khususnya peran HR sebagai pengelola human resources internal korporasi. 

Ini  menyangkut penerapan aturan aturan baik dari Kementrian Tenaga Kerja maupun aturan internal korporasi termasuk climate yang membuat seseorang betah atau gerah untuk berlama lama bekerja di korporasi tersebut. 
Dalam fakta operasional, sangat sering seorang manajer HR ‘dipakai’ sebagai bulldozer oleh sang CEO untuk menjalankan missi korporasi. 

Hal yang sangat wajar, seandainya itu masih dalam koridor aturan yang benar, tetapi kalau sudah dipakai oleh sang CEO  untuk menjalankan ego dan hal hal yang berseberangan dengan aturan,  maka si manajer HR sudah masuk kedalam blunder cycle yang merugikan korporasi maupun si talent. 

Seorang CEO tidak suka dan ingin membuang seorang Area Manager di Jawa ke Jayapura, dengan harapan sang manajer akan mengundurkan diri ?.  

Itulah target dan keinginan CEO maka  iapun memerintahkan manajer Operasional dan  manajer HR untuk membuat surat pindah.
Tanpa melakukan penelitian dan assessment, HR menjalankan instruksi CEO.  
Dua kerugian telah terjadi, yaitu kerugian korporasi maupun si talent, karena kecerobohan ini. 

Korporasi rugi, karena kalau area tersebut dimanage oleh seorang talent berdasarkan assessment yang riil dan benar, tentu hasilnya akan jauh lebih bagus daripada dimanage  oleh seseorang yang dibuang karena tidak disukai CEO. 

Si talent rugi karena harus berangkat dengan perasaan yang galau dan merasa dirinya dibuang oleh korporasi,  atau , dia harus memutuskan berpindah kerja lagi,seandainya dia sudah  ready to go. Cerita extreme seperti ini kalau sampai benar terjadi tentu sangat disayangkan,  karena HR telah ikut berperan menciptakan climate yang tidak kondusif dan merugikan korporasi sendiri.  

Kemungkinan akan banyak sindiran yang akan terlontar dari internal korporasi , HR bukanlah  HUMAN  RESOURCES ,  tetapi telah berubah menjadi ” Hulubalang Raja”

Berbagai sudut pandang talent sebenarnya bisa dilihat dan dianalisis , karena  bisa menjadi acuan HR  sebagai pengelola SDM  terutama terhadap  talent yang menjadi asset penting korporasi. 
HR seharusnya menjadi pengayom SDM  dan talent, sekaligus garda terdepan  pelaksana aturan ketenaga kerjaan dan aturan korporasi sendiri. 
Tidak ada alasan apapun bagi lembaga HR, untuk lebih mementingkan ego dan kekuasaan Direksi , dengan mengorbankan suasana dan kenyamanan kerja para SDM dan talent.

JOB SATISFACTION  vs  HRD

Dalam bukunya ”ORGANIZATIONAL BEHAVIOR ”.Fred Luthan menulis tentang 5 job dimensions yang mewakili characteristic pekerja dalam menentukan job satisfactions.


1.    The Work  itself.

2.    Pay , remuneration’

3.    Promotion opportunities.

4.    Supervision.

5.    Coworkers and working group.



Jelas sekali yang dia sebutkan disini, tetapi dia masih menambahkan satu kategori lagi,yaitu Working Conditions
Dan inilah kunci untuk mengikat kelima karakter diatas.  

Peran dari HR sangat penting untuk menjaga working conditions ini,  mulai dari sistim kebersihan yang terkoordinir dengan baik, sampai dengan flexibelitas suasana kerja dalam koridor aturan aturan dan lain lainnya .
Bukan sekedar menyenangkan Direksi dan mengorbankan value dari working conditions.  

Assesment , penilaian kinerja terhadap HR memang harus spesifik,  untuk memberikan impresi kepada para talent tentang fairness assessment , dan ini harus berani dilakukan oleh korporasi , untuk menjaga Working Conditions, bahkan menaikkan kenyamanan kerja ini ke level yang lebih tinggi. Job satisfaction yang lebih baik dari tahun ketahun sangat didambakan oleh para talent , karena dengan situasi ini , kinerja , inovasi , breakthrough dalam productivity , sampai ke peningkatan kwalitas output korporasi akan lebih sering terjadi, yang akan menyebabkan posisi korporasi meningkat di industrinya , baik yang bersifat tangible maupun intangibles.  

Value improvement seperti ini sangat didambakan para Shareholders, Dewan Komisaris , Dewan Direksi, seluruh ‘penghuni korporasi’, sampai kepada pelaksana jalur distribusi ke customers termasuk pengguna produk dan jasa korporasi tersebut.   

Balance score card untuk HR memang mengandung hal hal yang juga bersifat abstrak, bisa dirasakan , tetapi  sulit untuk dilihat dengan mata kepala , apalagi oleh seseorang dari external korporasi. Assesment HR secara tahunan bukan hanya berisi penggunaan anggaran  ,pelaksanaan rekruitmen tepat waktu dan terpenuhi kwalitas  dan kwantitas , evaluasi in out karyawan ,pelaksanaan training terskedul maupun adhoc , hubungan tripartite yang harmonis dan lain lainnya. 

Tetapi hal paling sulit, salah satunya adalah mengukur tensi job satisfaction di internal korporasi.

Working Conditions yang dikatakan talent terkadang bersifat subyektif, dan tidak mewakili yang dirasakan oleh mayoritas. 
Hal ini sebenarnya tidak perlu dirisaukan, karena tolok ukur realistis adalah , betahnya para SDM dan talent, berkurangnya kwantitas yang meninggalkan korporasi , dan tebaran senyum para penghuni korporasi karena suasana nyaman ,walau seberat apapun tantangan yang ada , baik yang internal maupun dari competitor. 
Mindset yang positif dan konstruktif , adalah buah karya terberat HR. 

Seorang HR yang berusaha untuk selalu mendatangi departemen lain, berkomunikasi setiap saat dengan konsep mendengarkan ,berfungsi sebagai pengayom bagi semuanya, dan menjalankan fungsi structural sebagai tulang punggung CEO,  untuk menjalankan instruksi instruksinya sesuai aturan main yang benar dan menguntungkan korporasi dan SDM nya. 

Jangan biarkan para talent memulai selingkuh , dengan melirik kanan kiri korporasi mencari tempat yang lebih nyaman buatnya.  
Bukan hanya materi yang diinginkan ,seperti kata Fred Luthan diatas , tetapi lebih kepada working conditions yang digelutinya sehari hari.  

Jangan biarkan teman diatas  bertindak SE-TI-A, selingkuh tiada akhir , mencari tempat bekerja yang kesepuluh. 

Tetapi biarkan dia menikmati working conditions yang baik di korporasi ini, denagan kata  SETIA yang sebenarnya.

Semoga.

eddie.priyono@yahoo.com
220516
Share:

...J A R K O N I...




















Published di  "Human Capital Journal" magazine.

Drs. Eddie Priyono MM

Suksesnya  pencapaian tujuan  korporasi, identik dengan suksesnya kinerja  seluruh jajaran Sumber Daya Manusia , sesuai planning yang telah disusun didalam budget tahunan.  

Pada awal tahun 80an, seorang lulusan sarjana ekonomi yang pada saat itu masih sangat langka , sempat tertegun , karena begitu dia diterima sebagai “management trainee” disuatu perusahaan multi national yang memproduksi  consumers product, dia harus magang menjadi salesman kepasar pasar tradisional
Bukankah kalau diterima kerja , seorang sarjana seharusnya bisa langsung jadi Boss ?...pikirnya...

Dengan dibekali modal Rp 2juta , plus mobil van dan 1 sopir, dia harus menjual produk produk ke retail, sekaligus mendisplay produk, dan memasang alat peraga sarana reklamenya. 

Inilah aktifitas harian seorang sales promotor , yang menyisip produk yang belum ada di outlets , karena distributor sudah terbiasa hanya menjual produk yang mudah dan laku dijual.  

Para SP ini juga diharuskan untuk mendisplay produknya hingga  eye catching ,  diselingi alat peraga, khususnya produk yang saat itu sedang masa promosi.  
Dalam waktu 3 bulan , dia harus membuat laporan harian,  mingguan dan  bulanan yang tidak boleh ada selisih antara  stok, kas ,dan  dikonsolidasi dengan pengeluaran uang makan, bensin, parkir dan lain lain.  
Benar benar suatu pekerjaan lapangan yang jauh dari perkiraannya karena merasa dirinya adalah sarjana.
  
Dan setelah 3 bulan berjalan, saatnya sang Management Trainee  memberikan presentation didepan HR dan Manager terkait, apa saja yang telah dikerjakannya. 
Termasuk hasil audit pekerjaannya , yang dilakukan oleh supervisor yang berwenang diarea tersebut, bersama tim auditor dari korporasi.
Dan yang  paling ditunggu oleh Tim Penilai, ada lah  usulan usulan , ide baru, dan temuan temuan, tentang produk, alat peraga, komentar dari retailers, konsumen, aktifitas competitor dan lain lain.

Kemampuan, kemauan, semangat dan talenta sangat terlihat disini, bukan hanya teori , tetapi sudah mencakup praktek lapangan ,mental, disiplin, kejujuran, kreatifitas dan semangat juang si MT ini. 

Apabila dianggap lulus oleh Tim Seleksi,  maka si MT berlanjut dengan magang sebagai Supervisor selama 6 bulan kedepan.  

Dan kini didepannya terbentang lingkup kerja yang  luas dengan membawahi sales promotor yang sebenarnya , Sales Promotor asli , bukan yang magang .  

Demikian seterusnya, setelah 6 bulan si MT harus kembali berhadapan dengan Tim Seleksi untuk presentasi serupa.

Barulah dalam 3 bulan terakhir sebelum menginjak 1 tahun, si MT dijajal sebagai  Deputy Area Manager  disuatu area yang telah dipersiapkan. 
Dan , akhirnya setelah 1 tahun , dia telah  ready for use  sebagai Asistant Manager  dan  bisa naik kejenjang jabatan seterusnya. 

Program pelatihan semacam ini memang dipersiapkan untuk mendapatkan talenta  talenta calon pimpinan korporasi yang teruji dan mumpuni di masa yang akan datang.  

Dan model pelatihan semacam ini telah lama dijalankan oleh Militer dan Kepolisian melalui Akademi mereka.  
Sangat kontradiksi dengan kondisi sekarang , dimana banyak pimpinan instant, yang tiba tiba menjadi boss karena factor factor tertentu ,  dengan tidak melalui tahapan  seleksi  skill, mental, dan talenta yang ada dalam dirinya.  
Kenyataan ini terjadi  baik itu dibirokrat, politik, korporasi ataupun institusi lainnya, yang membuat kinerja di organisasi tersebut mempunyai kendala pada kwalitas pimpinan. 

Dan tidak bisa dipungkiri, itu juga berimbas kepada kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya. Kita tidak perlu heran , kalau kinerja dibeberapa daerah itu kurang maksimal karena factor pelatihan yang kurang dipersiapkan untuk PIMPINAN yang instant ini .

Memang sudah banyak pimpinan daerah, atau korporasi yang menyadari hal ini, dan mereka mengejar ketertinggalan ini dengan pelatihan, pengembangan dan cara cara mengukur kinerja yang optimal bagi organisasinya, baik melalui  balance score card  ataupun metode lainnya.

JARKONI

Prof.Dr.Sondang P Siagian MPA dalam “ Manajemen Sumber Daya Manusia” mengatakan bahwa tujuan kesuksesan suatu organisasi tidak pernah lepas dari 4 kategori tujuan, yaitu :

  1.    Tujuan masyarakat secara keseluruhan.
  2.    Tujuan organisasi tersebut.
  3.    Tujuan fungsional yaitu manajemen SDM didalam organisasi.
  4.    Tujuan pribadi para anggota organisasi tersebut.



Kesuksesan suatu organisasi tidak hanya dengan tercapainya tujuan organisasi , tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat ataupun konsumen, internal organisasi maupun individu individu yang melaksanakan aktifitas organisasi tersebut. 

Suatu kompleksitas yang harus dimengerti oleh CEO,  Kepala Daerah, ataupun pimpinan Institusi. 

Jangan sampai seorang CEO atau Pimpinan Organisasi mempunyai sifat egois, dengan tidak mau melihat kekurangan dirinya, melupakan masukan dari bawahan, apalagi tidak berminat menambah skill nya melalui pelatihan dan pengembangan. 

Satu contoh dari  PHILLIPS B CROSBY dalam bukunya “QUALITY WITHOUT TEARS” tentang demotivasi.  
Seseorang yang telah diberikan pelatihan, dan mulai bekerja diperusahaan dengan anthusias yang tinggi,  serta bangga dengan institusi tersebut. 
Namun setelah beberapa bulan, dia mulai merasa bimbang.
  
Antara lain mulai mengeluh  : They don’t care about quality, I had this good idea but nothing happened, There is no way to get ahead around here, dan lain lain keluhan. 

Hal seperti ini adalah bibit dari suatu kerawanan soliditas organisasi,  yang harus cepat diselesaikan oleh sang CEO atau Pimpinan Organisasi. 

Seorang CEO yang dipersiapkan dari awal dengan spartan seperti si  Management Trainee diatas, tentu akan cepat tanggap,  karena dia merasakan hal yang sama disaat dia magang sebagai trainee dahulu.  
Begitupun CEO instant yang telah mengupgrade diri melalui pelatihan , akan merasa kawatir dengan situasi ini, karena bisa saja tujuan organisasi terhambat dengan kinerja SDM yang demotivasi. 

Maka sebaiknya jadilah  pimpinan yang  cepat  tanggap , ojo rumongso biso, nanging ora biso rumongso, jangan merasa serba bisa, tapi tidak merasakan apa yang sebenarnya terjadi.  

Dalam bahasa popular ini disebut sebagai  JARKONI.  
Singkatan dari  “BISO NGAJARI NANGING ORA BISO NGLAKONI”.  BISA MENGAJAR TAPI TIDAK BISA MELAKSANAKAN.  

Seorang CEO dituntut tahu lapangan, bersama sama turun kesana dan menguasai lapangan untuk lebih meyakinkan karyawannya. 

Seorang pensiunan jendral di POLRI yang terakhir bergelut di LEMDIK mengatakan kepada siswanya : “saya tidak mau hanya memberikan contoh yang baik baik  , tetapi saya harus melaksanakan contoh contoh yang saya berikan ini , didepan para siswa”.
Konsisten ucapan dan perbuatan , 

Komitmen terhadap ucapan.......sadarkah kita akan hal ini ?? 

Kesuksesan pencapaian TUJUAN  organisasi adalah kesuksesan kinerja seluruh jajaran sumber daya manusia .


Termasuk sang CEO.


Semoga.


eddie.priyono@yahoo.com

220516


Share:

Iklan

Iklan
Portal berita ekonomi bisnis keuangan

Total Tayangan Halaman

Flag Counter
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular