Opini
Majalah GLOBAL REVIEW 2013
Drs Eddie Priyono MM.
Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan ( PUSKOPEM) , Managing Director PT Victory Group.
Alkisah, Indonesia adalah negara yang gemah ripah loh jinawi, tatatentrem kerta raharja wilayah impian yang didambakan oleh banyak , bangsa bangsa didunia ini . Apapun ada , berada disini, dari kekayaan alam yg berlimpah sumber daya manusia yang tidak akan pernah kurang dan mempunyai posisi geografis strategis yang terletak digaris khatulistiwa dialam ini. Sangat strategis kearah utara, selatan bahkan kebarat dan timur . Kemerdekaan telah diperjuangkan,dan berhasil pada 17 Agustus
1945,dengan segala macam pengorbanan dari para pahlawan bangsa.
Dan setelah 67 tahun kita merdeka ? Masihkah segala alkisah tadi menjadi kenyataan, sedang berproses,atau bahkan semakin jauh menjadi suatu impian?
Hidup terus berlanjut,masa berganti,dan alkisah tadi akan terus menjadi alkisah kalau tidak diperjuangkan dengan cermat dan smart.Tahun 2015 akan segera datang,saat Asean Economic Community (AEC), akan diberlakukan. Saat itulah Asean akan menjadi satu pasar bersama tanpa tapalbatas. Banyak ahli ekonomi dan bisnis memberi analisis dan argumentasi, siapkah kita ?
Indonesia saat ini populasi di angka 240 juta jiwa, atau sama dengan 48% total penduduk Asean yang 500 juta, adalah pasar yang sangat besar untuk Asean. Dan kenyataan pahit angka defisit di tahun 2011 sebesar US$ 752,s angat memprihatinkan. Kondisi ekonomi biaya tinggi karena korupsi dan pungli masih menjadi kendala besar untuk mendapatkan kekuatan kompetisi pasar.
Walaupun keberuntungan masih berpihak ke Indonesia, dimana semester satu tahun ini, saat China dan India melemah ekonominya, kita masih bergerak naik walau tertatih. Jadi apa yang harus direnungkan kedepan, walaupun sector riil kita tetap berkembang sendiri ?
Dalam bukunya “ Global Marketing Management” Warren J Keegan mengatakan bahwa para marketers harus mengidentifikasi terlebih dahulu groups of consumers sesuai ‘needs and wants’ nya. Barulah ditetapkan targeting untuk masuk ke global market. Criteria target nya juga harus rinci, sebagai berikut :
· Current segment size and growth potential , cukup besarkah potensi
pasar untuk suatu keuntungan jangka panjang?
·
Potential competition, besarnya kompetisi di Negara – Negara yang
tempat pemasaran.
· Compatibility and Feasibility, pertimbangan – pertimbangan apakah
bisa memenangkan kompetisi sesuai Resources yang dipunyai.
Coba kita amati persaingan yang ada disini saat ini.
Coba kita amati persaingan yang ada disini saat ini.
Kalau kita mencari sop kaki kambing, maka dengan
ringan kita ke jalan Kendal, dan berderetlah warung warung sop kaki kambing disana.
Jangan salah kalau 2 tahun yang lalu masih berderet semua dengan embel embel
‘kumis’, maka sekarang tinggal lebih kurang 4 warung tersisa.
Tersisalah, Saleh , Soleh, Enday dan Anduy, dan agaknya persaingan bebas ditempat yang sama tersebut telah membuat mereka terjun bebas, saling kanibal.
Konsumen bebas menentukan pilihannya, dan yang tidak favorit menjadi kosong,dan yang sebaliknya berlimpah tamunya. Point kedua dan ketiga diatas membuat kanibalisme yang tidak manusiawi
Tersisalah, Saleh , Soleh, Enday dan Anduy, dan agaknya persaingan bebas ditempat yang sama tersebut telah membuat mereka terjun bebas, saling kanibal.
Konsumen bebas menentukan pilihannya, dan yang tidak favorit menjadi kosong,dan yang sebaliknya berlimpah tamunya. Point kedua dan ketiga diatas membuat kanibalisme yang tidak manusiawi
Tidak Indonesiawi!
Maka berbahagialah H Husen dengan warungnya di bilangan Manggarai yang menjual soto betawi sendirian, pagi siang banyak pelanggan dating, dan sedikit sore sudah tutup kehabisan stok. Bandingkan dengan EO kecil yang menyelenggarakan bazaar bazaar di gedung perkantoran, mereka membuka ‘lapak foodcourt kecil’ juga, tetapi dengan pengaturan jenis makanan yang berbeda untuk kurang lebih 10 stand. Hasilnya ?
Mereka bersaing dengan tidak kanibal satu sama lain, hanya pintar pintarnya si pemilik stand mengobservasi kesenangan dan selera penghuni perkantoran tersebut untuk menentukan jenis makanan yang dijualnya.
Gambaran ini adalah contoh poin nomor pertama diatas.
Dipasar Internasional kondisinya lebih complicated dan beresiko. Kita sangat marah pada saat Negara jiran mengklaim lagu ‘rasa sayange’ sebagai lagu asli mereka,dan lebih marah lagi waktu reog ponorogo, salah satu tari bali dan batik, mereka juga berusaha mengklaim sebagai negeri asalnya.
So What?
Hanya cukup marah, sentimen dan lain lain, tidak memberikan dampak positif kepada kita.
Didunia bisnis dikenal adanya ‘niche market’, satu ceruk pasar kecil namun specific, unik, tak ada ‘persaingan langsung’ yang berarti.
Seandainya kita tidak puas hanya sebagai konsumen produk dari luar negeri atau kita tidak puas dengan hanya ‘menjual’ hasil hasil alam atau tidak puas hanya ‘membantu’ memproduksi barang barang produsen luar negeri dinegeri kita, maka kita sudah harus berpikir ke ekonomi kreatif di niche market untuk dipasarkan diluar negeri.
Teruskan usaha usaha memproduksi barang dan jasa yang bisa bersaing diluar negeri.
Tetapi jangan lupakan banyak barang barang local yang bisa menjadi ceruk pasar tersendiri di luar sana dan akan menjadi market leader kecil yang dengan telaten dikembangkan, akan menjadi big brand, huge market dan potential profit.
Didalam Global Marketing
Management, ada 4 tahapan yang bisa dilalui untuk memasarkan barang ke luar
negeri :
· Exporting, cara tradisional menjual ke luar negeri.
· Licensing, 1 alternatif untuk masuk ke suatu Negara.
· Joint Ventures, bekerjasama dengan local partner.
· Ownership, kepemilikan 100 persen di luar negeri.
Untuk produk produk niche yang kecil ,poin pertama dan kedua boleh dipertimbangkan ,namun poin ketiga keempat pun bisa dipakai untuk memperkuat penetrasi, karena value produk yang tidak terlalu tinggi.
Yang sebenarnya negeri Jiran mengklaim produk – produk kita diatas tadi untuk dipakai sebagai resources yang mendorong bisnis mereka juga.
Jadi seharusnya kita juga melihat bahwa negeri Jiran menilai produk – produk asli Indonesia berkualitas dan layak jual.
Tidak perlu kita marah tetapi sebaliknya, kita lebih melihat ke internal apalagi niche produk kita yang layak jual dan berkualitas.
Pada suatu ketika seseorang menyampaikan
kepada sahabatnya, siapa ya yang mampu mengGlobal Marketkan masakan Padang
seperti , USA mengglobalkan KFC, McD, dll.
Masakan padang identik dengan rendang, dimana rendang telah dinobatkan sebagai salah satu makanan terlezat didunia. Sang sahabat ketawa, dan orang tadi dengan berapi – api menjelaskan tentang standard quality of product, standard of materials, distribution and pricing strategy, competitiveness, dan unique of product.
Apabila “restoran padang” menjadi produk global, bisa dibayangkan bahan baku yang harus disediakan dari local market sesuai standard, termasuk beras, rempah, daging, dll
.
Di Indonesia banyak turis – turis asing yang ternganga karena ayam McD dimakan dengan nasi, dimana di negeri asalnya dikonsumsi bersama kentang. Suatu modifikasi sesuai local market yang berhasil. Untuk restoran padang bisa berlaku sebaliknya, namun bila kita berpikir kepada ASEAN Economic Community, bukankah kita semua menggunakan beras dan nasi sebagai makanan pokok harian?
Jadi tidak ada persoalan yang mendasar. Persoalan utama hanyalah management, untuk menyusun standard of quality yang menyangkut bahan baku dan hasil jadi, standard of distribution and pricing dan permodalan.
Diatas ini semua yang paling penting adalah KEMAUAN untuk menjadi MAMPU memasarkan local product menjadi regional product dan akhirnya menjadi global product.Masih banyak produk – produk lainnya yang bisa dipasarkan menjadi regional product di niche market, seperti : batik, masakan sunda, musik – musik daerah, dll.
Masakan padang identik dengan rendang, dimana rendang telah dinobatkan sebagai salah satu makanan terlezat didunia. Sang sahabat ketawa, dan orang tadi dengan berapi – api menjelaskan tentang standard quality of product, standard of materials, distribution and pricing strategy, competitiveness, dan unique of product.
Apabila “restoran padang” menjadi produk global, bisa dibayangkan bahan baku yang harus disediakan dari local market sesuai standard, termasuk beras, rempah, daging, dll
.
Di Indonesia banyak turis – turis asing yang ternganga karena ayam McD dimakan dengan nasi, dimana di negeri asalnya dikonsumsi bersama kentang. Suatu modifikasi sesuai local market yang berhasil. Untuk restoran padang bisa berlaku sebaliknya, namun bila kita berpikir kepada ASEAN Economic Community, bukankah kita semua menggunakan beras dan nasi sebagai makanan pokok harian?
Jadi tidak ada persoalan yang mendasar. Persoalan utama hanyalah management, untuk menyusun standard of quality yang menyangkut bahan baku dan hasil jadi, standard of distribution and pricing dan permodalan.
Diatas ini semua yang paling penting adalah KEMAUAN untuk menjadi MAMPU memasarkan local product menjadi regional product dan akhirnya menjadi global product.Masih banyak produk – produk lainnya yang bisa dipasarkan menjadi regional product di niche market, seperti : batik, masakan sunda, musik – musik daerah, dll.
Memang kesemuanya produk tersebut sudah ada dipasar Internasional, namun tidak dikelola dengan perencanaan yang baik, focus dalam bisnis, dan belum memenuhi standard kualitas yang tinggi.
Sehingga dengan mudah bisa memasuki dan ekspansi pasar.
Ekonomi kreatif
membutuhkan kreatifitas dalam merencanakan, memasarkan dan memenangkan
persaingan. Marilah tahun 2015 sebagai ASEAN Economic Community kita persiapkan
dengan cermat dan smart.
Semoga.
eddie.priyono@yahoo.com
Semoga.
eddie.priyono@yahoo.com
1 komentar:
..WELCOME AEC......
.. siap ga siap ya harus siap....
.. wong komoditi dapur aja banyak import ?... gimana nihh
..ekonomi kreatif...? apa kabarmu...
..semoga negaraku bukan hanya menjadi pasar mereka.....
..s e m o g a.
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.